Filsafat Hukum Islam
HUBUNGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM DENGAN
ILMU-ILMU LAINNYA
MakalahIniDitulisUntukMemenuhiTugas
Mata
KuliahFilsafatHukum Islam
Program
StudiAhwal Al-Syakshiyah
KELOMPOK V
SitiAminah : 152142043
Syamsudin : 152142048
PROGRAM
STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS
SYARIAH dan EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
MATARAM
TAHUN
2014/2015
KATA
PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja
& puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa rahmat &
ridho-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai
tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ma’shum
Ahmad, M.H. selaku dosen pengampu “Filsafat Hukum Islam” yang membimbing kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan kepada teman-teman
kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam
makalah ini kami menjelaskan tentang “Hubungan Filsafat Hukum Islam Dengan
Ilmu-Ilmu Lainnya”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang
belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari
teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.
Mataram, 15 April
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan
masalah........................................................................................ 1
C.
Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Teori
kebenaran.................................................................................................. 2
B.
Ilmu
Pengetahuan, Filsafat, dan Agama........................................................... 2
C.
Agama
Sebagai Kebenaran Mutlak................................................................... 5
D.
Hubungan
Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.......................................... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 10
A.
Kesimpulan...................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jika
kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak, dan
filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi
yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia. Namun dalam fungsinya
strategis tersebut, filsafat tidaklah bisa dipisahkan dengan ilmu-ilmu lainnya
dalam mencari suatu kebenaran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja teori-teori kebenaran ?
2.
Apa
pengertian dari Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama ?
3.
Bagaimana
konsistensi Agama Sebagai Kebenaran Mutlak ?
4.
Bagaimana
hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama ?
C.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka perlu untuk dilakukan kajian-kajian atau
pembahasan tentang masalah yang terkait dengan “Hubungan Filsafat Dengan Ilmu
Lainnya” dengan tujuan :
1.
Dapat
mengetahui teori teori kebenaran.
2.
Dapat
mengetahui pengertian dari Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.
3.
Dapat
mengetahuikonsistensi Agama Sebagai Kebenaran Mutlak.
4.
Dapat
mengetahuihubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
E.
Teori
kebenaran
Teori
kebenaran itu di bagi 3 yaitu :
1.
Teori
Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran merupakan kesesuaian antara data atau statemen
dengan fakta atau realita.
2.
Teori
Koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan
keputusan baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui
kebenarannya terlebih dahulu.
3.
Teori
Pragmatis
Dalam teori ini, sebuah proposisi dinyataan sebagai suatu kebenaran
apabila ia berlaku, berfaedah dan memuaskan. Kebenaran dibuktikan dengan
kegunaannnya, hasilnya dan akibat-akibatnya.
F.
Ilmu
Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
1.
Ilmu
Pengetahuan
a.
Definisi
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem
dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang
disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan,
suatu sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan
yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi).
Ashley Montagu, guru besar Rutgers University, menyimpulkan bahwa
yang dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi, dan percobaan untuk menentukan
hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[1]
b.
Sikap
Ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh ilmuan
dalam mempelajari, meneruskan, menerima atau menolak, dan mengubah atau
menambah suatu ilmu. Sikap ilmiah tersebut pada intinya adalah :
1)
Skeptis,
sikap skeptis berarti senantiasa meragukan setiap ilmu pengetahuan. Sikap ini
dilanjutkan dengan hasrat, minat, dan semangat yang menyala untuk mencari
jawaban yang memuaskan dari beragai persoalan.
2)
Obyektif,
menghindari subyektifitas, emosi, perasangka, dan pemihakan.
3)
Berani
dan intelek, berani menyatakan kebenaran dan tidak mundur oleh tekanan, tidak
menyerah dan putus asa dalam mencari kebenaran.
4)
Terbuka,
kesediaan untuk menyatakan “saya keliru” apabila terbukti adanya kesalahan.
5)
Sederhana,
rendah hati dan toleran terhadap sesuatu yang telah diketahui dan tidak
diketahui.
c.
Relativitas
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia
merupakan suatu hal yang tidak mutlak. Kebenaran yang dihasilkan ilmu
pengetahuan bersifat relatif (nisbi), positif, dan terbatas. Hal ini disebabkan
karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam
kecuali indera dan kecerdasan (otak)- termasuk di sini peralatan yang
diproduksi oleh otak manusia.
Hasil penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan lama,
akan disisihkan oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru, yang
dilakukan dengan metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang
lebih sempurna. Teori Enstein yang didasarkan atas studi percobaan-percobaan
Michelsou dan Morley, misalnya, menyisihkan ketentuan fisik Newton. Teori
Relativitas Enstein inipun bukanlah kebenaran mutlak, ia tetap terbuka terhadap
kritik.
2.
Filsafat
Tujuan filsafat adalah memberikan
Weltanschauung (filsafat hidup). Weltanschaungg mengajari manusia untuk menjadi
manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang mengikuti kebenaran, mempunyai
ketenangan pikiran, kepuasan, kemantapan hati, kesadaran akan arti dan tujuan
hidup, gairah rohani dan keinsafan; setelah itu mengaplikasikannya dalam bentuk
topangan atas dunia baru, menuntun kepadanya, mengabdi kepada cita mulia
kemanusiaan, berjiwa dan bersemangat universal, dan sebagainya.
Adapun alat yang dipergunakan
filsafat adalah akal. Akal merupakan satu bagian rohani manusia. Keseluruhan
rohani-perasaan, akal, intuisi, pikiran, dan naluri atau seluruh kedirian
manusia-tentunya lebih ampuh dan manjur daripada sebagian daripadanya.
Sedangkan keseluruhan rohani itu sendiri, merupakan bagian dari manusia.
Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna. Sebuah institusi yang tidak
sempurna tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna, kecuali apabila mendapat
uluran tangan dari Yang Maha Sempurna.
Keterangan di atas memberikan
pemahaman, bahwa seperti kebenaran ilmu pengetahuan yang bersifat positif dan
relatif karena bersandar kepada kemampuan manusia semata, kebenaran filsafat
juga bersifat relatif, subyektif, alternatif, dan spekulatif, karena ia
bersandar pada kemampuan akal juga.
3.
Agama
H. Endang Saifuddin Anshari dalam
bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama menguraikan definisi agama, antara lain beliau
menulis tentang religion dan agama sebagai berikut :
Selain perkataan agama dalam
bahasa Latin yaitu religion. Dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa
disebut Religion dan religious. Dalam bahasa arab disebut Ad-Din
dengan memanjangkan huruf I. Atau sempurnanya disebut Al-dien.[2]
Namun,terdapat ciri-ciri tertentu
yang dimiliki oleh semua agama di dunia. Ciri-ciri tersebut merupakan
titik-titik persamaan agama-agama. Titik-titik persamaan itu adalah kebaktian,
pemisahan antara yang sakral dengan profan, kepercayaan terhadap jiwa,
kepercayaan kepada Tuhan, penerimaan hal supranatural dan keselamatan. Dari
titik-titik persamaan itu dapat diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan
agama adalah sesuatu yang berasal dari Tuhan, berupa ajaran tentang ketentuan,
kepercayaan, kepasrahan, dan pengamalan, yang diberikan kepada makhluk yang
berakal, demi keselamatan dan kesejahteraannya di dunia dan di akhirat.
G.
Agama
Sebagai Kebenaran Mutlak
1.
Keterbatasan
Akal
Akal adalah salah satu potensi
manusia yang berkesanggupan untuk mengerti dan memahami sedikit tentang
realitas kosmis kemudian mengolah dan merubah sebatas kemampuan serta,
menjelajahi dunia rohaniah. Penggunaan
akal tanpa diiringi dengan keimanan pada agama dan kepercayaan pada
keterbatasan akal akan membuat manusia mempertuhankan akal dan terjerumus dalam
jurang kesalahan. Akal dapat berargumentasi tentang ada dan tiadanya tuhan.
Rasio dapat menggambarkan Tuhan dalam berbagai corak, seperti pantheisme,
politheisme, monotheisme, dua-theisme, tri-theisme dan lain-lain. padahal,
Tuhan bukanlah obyek pengenalan seperti benda-benda lain. satu-satunya yang
dapat mengerti Tuhan adalah Tuhan sendiri, manusia dapat mengenal Tuhan hanya
melalui penjelasan Tuhan saja. Itulah satu-satunya sumber pengetahuan tentang
Tuhan. Penjelasan Tuhan mengenai dirinya bukanlah wilayah rasio manusia. Manusia
meskipun berfikir tentang Tuhan dengan filsafat, pada akhirnya harus meyakini
adanya Allah melalui firmannya. Masalah ini tidak cukup dengan ilmu, akal, dan
bukti, tapi harus dengan kepercayaan.
2.
Kebenaran
Agama
Dengan keterbatasan akal manusia itu
tidak berarti Tuhan dalam menciptakan manusia itu bertujuan untuk kecelakaan,
kebingungan, dan kesengsaraan umat manusia. Keterbatasan itu menunjukkan adanya
Yang Maha Sempurna. Terhadap kebingungan manusia dan problematika mereka yang
tak terselesaikan, Tuhan memberikan jalan pembebasan. Dengan sifat Rahman dan
RahimNya (kasih dan sayang-Nya), Allah berkenan menurunkan wahyuNya kepada
manusia sebagai petunjuk, cahaya, dan rahmat agar mereka menemukan kebenaran
hakiki dan asasi yang tidak dapat dicapai sekedar dengan akalnya, juga agar
manusia mendapat jawaban yang pasti atas persoalan-persoalan yang tidak dapat
dipecahkan oleh ilmu pengetahuan dan filsafat.
Berulangkali Allah berfirman bahwa
Dia-lah Yang Maha Benar dan sumber segala kebenaran. Al-Qur’an yang merupakan
firmanNya adalah kitab kebenaran diturunkan sebagai petunjuk, rahmat, dan
cahaya bagi semesta alam. Di samping itu Allah juga menegaskan, bahwa Islam
adalah agama yang benar. Dengan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an,
Allah memutuskan berbagai problematika asasi yang tidak dapat dipecahkan dengan
akal manusia. Di antara firman Allah mengenai hal-hal tersebut dapat dilihat
dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
H.
Hubungan
Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
Allah
SWT. berfirman:
فبشر عبا دي الذين يستمعون القول ويتبعون احسنه
Artinya:
“Berikanlah kabar gembira hamba-hambaku yang mau mendengarkan al-Qaula (ide,
pendapat), kemudian mengikuti yang paling baik”. (Qs. Al-Zumar/39: 17-18)
Dari ayat di atas, dapat ditimba pemahaman bahwa di samping ada kebenaran
mutlak yang terdapat pada agama dan terejawantahkan dalam wujud al-Qur’an, juga
diakui adanya kebenaran yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran
yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Kebenaran tersebut merupakan hasil
usaha manusia dengan akalnya. Akal adalah pemberian Allah Yang Maha Benar, dan
Allah menciptakannya tidaklah dengan kesia-siaan. Karena itu, akal bukanlah
untuk disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan. Meski kebenarannya relatif, bukan
berarti produk akal lantas ditinggalkan. Kebenaran relatif harus dimanfaatkan
dengan senantiasa mengingat sifat kerelatifannya. Artinya, dalam berpegang
kepada kebenaran relatif, seseorang harus siap untuk meninggalkannya manakala
diketemukan hasil yang lebih benar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Manakala kebenaran ralatif bertentangan dengan kebenaran mutlak, ia harus
segera berpindah kepada kebenaran mutlak tersebut.
Dengan
keterangan di atas jelaslah, bahwa di samping ada kebenaran mutlak yang
langsung datang dari Allah SWT., diakui pula eksistensi kebenaran relatif
sebagai hasil budaya manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif
(filsafat) dan kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran
sehari-hari (pengetahuan biasa).
Adapun contoh hubungan ilmu filsafat hukum islam dengan ilmu
lainnya, yaitu :
1.
Filsafat Islam dan Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Asal kata Tasawuf yaitu sufi,
yakni sejenis wol kasar yang terbuat dari bulu yang dipakai oleh orang-orang
yang hidup sederhana namun, berhati suci dan mulia. Orang yang menggunakan sufi
ini adalah Nazrudin Khoja. Ia menggunakan sufi pada saat acara pesta. Pada saat
menghadiri pesta, ia diusir oleh tuan rumah karena menggunakan pakaian yg tidak
layak untuk menjadi seorang tamu undangan.
2.
Perbedaan
Antara Filsafat Islam dan Tasawuf
Filsafat memakai akal, logika,
dan argumentasi. Sedangkan tasawuf menempuh jalan mujahadah (pengekangan hawa
nafsu) dan musyahadah (pandangan batin) bahasa intuisi dan pengalaman batin.
a)
Objek
filsafat membahas segala yang ada (al maujudah), sedangkan tasawuf membahas
mengenal Allah SWT.
b)
Adanya
saling kritik antara kaum sufi dan kaum filosof Islam seperti kritik Al-Ghazali
terhadap filsafat dan Ibnu Rusyd terhadap tasawuf.
3.
Filsafat
Islam dan Ushul Fiqh
Ushul Fiqh adalah ilmu yang
mempelajari tentang dasar-dasar hukum islam. Penyusun ilmu, pertama kali adalah
Imam Syafi'i dengan bukunya yang berjudul al-Risalat. Dalam menetapkan hukum
syariat islam, ushul fiqh menggunakan pemikiran filosofis. Bahkan cenderung
mengikuti ilmu logika dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu.
Dalam ushul fiqh dikenal dengan konsep ijtihad (usaha mengeluarkan ketentuan
hukum dengan akal pikiran), al-ra'y (akal pikiran), al-qiyas ( analogi), 'ilat
(sebab).
3.
Filsafat
Islam dan Sains
Filosof adalah ilmuwan, tetapi tidak
setiap ilmuwan itu filosof. Mengapa demikian? Karena filsafat berdiri atas
dasar ilmu pasti dan alam. Pada masa peradaban Islam memiliki kejayaan,
filsafat, sains, dan agama berpadu menjadi satu. Oleh karena itu, filsafat,
sains, dan agama mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Pada abad ke-6
H, terjadi terputusnya hubungan filsafat dan sains. Terputusnya hubungan ini
diakibatkan karena munculnya baitul hikam yaitu rumah peradaban dan
laboratorium. Baitul hikam ini dibakar oleh penjajah Eropa, kemudian mereka
menjarah semua buku dan membuangnya ke laut. Filsafat Islam menjadi Filsafat
Skolastik. Mengapa demikian? sejarah mengatakan bahwa gereja lebih banyak
mengontrol ilmu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mencetuskan suatu ilmu
pengetahuan, bahwa di samping ada kebenaran mutlak yang langsung datang dari
Allah SWT. diakui pula eksistensi kebenaran relatif sebagai hasil budaya
manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif (filsafat) dan
kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran sehari-hari (pengetahuan
biasa).
DAFTAR PUSTAKA
Djamil,
Fathurrahman. 1999. FilsafatHukum Islam.Ciputat : Logos WacanaIlmu.
Anshori,
EndangSaifuddin. 1987. Ilmu, Filsafatdan Agama. Surabaya :BinaIlmu
Offset.
Saebani,
Beni Ahmad. 2007. FilsafatHukum Islam. Bandung :PustakaSetia.
Ismail, Muhammad Syah.1992. FilsafatHukum
Islam. Jakarta : Radar Jaya Offset.
Ahmad, AzharBasyir. 2000. Pokok-PokokPersoalanFilsafatHukum
Islam. Yogyakarta : UII Press.
Komentar
Posting Komentar