Makalah PENGERTIAN QAWA’ID FIQHIYAH DAN PERBEDAAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN DHAWABITH FIQHIYAH DAN NAZHARIYYAH FIQHIYAH

MAKALAH

PENGERTIAN QAWA’ID FIQHIYAH DAN PERBEDAAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN DHAWABITH FIQHIYAH DAN NAZHARIYYAH  FIQHIYAH
Makalah Ini Ditulis Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Qawa’id Fiqhiyah
Program Studi Ahwal Al-Syakshiyah


Kelompok VII

                                                Siti Aminah     : 152142043
                                                Evy Ariana      : 152142036


PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
TAHUN 2015/2016


KATA PENGANTAR


Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Harfin Zuhdi M.A. selaku dosen pengampu “Qawa’id Fiqhiyah” yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
            Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang “Pengertian Qawa’id Fiqhiyah Dan Perbedaan Qawa’id Fiqhiyah Dengan Dhawabith Fiqhiyah Dan Nazhahir Fiqhiyah”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.



Mataram, 3 Maret 2016



Penulis
                                                                                               



DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C.     Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.    Pengertian  qawa’id al-fiqhiyah................................................................... 2
B.     Keutamaan dari kaidah-kaidah fiqih........................................................... 4
C.     Perbedaan Qawa’id Fiqhiyah dengan Dhawabith Fiqhiyah dan
Nadhazhir Fiqhiyah..................................................................................... 5
BAB III PENUTUP................................................................................................ 9
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 10



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar belakang
Dalam hukum Islam dikenal istilah Fiqh, Ushul Fiqh, Qawa’id Fiqhiyah, dan lain-lain. Adapun Fiqh adalah produk yang dihasilkan oleh Ushul Fiqh atau pun Qawa’id Fiqhiyah. adapun pengertian lain dari fiqih dikemukakan oleh al-Jurjani al-Hanafi: ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang memerlukan analisa dan perenungan. Adapun pengertian dari Qawa’id Fiqhiyah yaitu Qawa’id Fikhiyah (kaidah-kaidah fikih) secara etimologi adalah dasar-dasar atau asas-asas yangbertalian denga masalah-masalah atau jenis-jenis fikih. Bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam artibisa diterapkan kepada juz’iyat-nya (bagian-bagiannya)
B.            Rumusan Masalah
1.                  Pengertian  qawa’id al-fiqhiyah
2.                  Keutamaan dari kaidah-kaidah fiqih
3.                  Perbedaan Qawa’id Fiqhiyah dengan Dhawabith Fiqhiyah
C.            Tujuan
1.                  Dapat menjelaskan Pengertian  qawa’id al-fiqhiyah.
2.                  Dapat menjelaskan Keutamaan dari kaidah-kaidah fiqih
3.                  Dapat menjelaskan Perbedaan Qawa’id Fiqhiyah dengan Dhawabith Fiqhiyah dan Nadhazhir Fiqhiyah



BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian  qawa’id al-fiqhiyah
Qawa’id Al-Fiqhiyah merupakan sebuah kata-kata terdiri dua rangkai lafadz Qawa’id dan lafaz al-Fiqhiyah (bisa dibaca fiqhiyah). Hubungan dari kedua lafaz ini, apabila dalam ilmu nahu disebut hubungan na’at denngan t
Qawa’id Fikhiyah (kaidah-kaidah fikih) secara etimologi adalah dasar-dasar atau asas-asas yangbertalian denga masalah-masalah atau jenis-jenis fikih. Bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam artibisa diterapkan kepada juz’iyat-nya (bagian-bagiannya).
Qawa’id merupakan bentuk jama’ dari lafaz kaidah yang menurut bahasa artinya dasar atau asas. Sekarang ini lafaz /kata kaidah telah menyatu dengan  bahasa  Indonesia, yang berarti aturanatau patokan.[1]Qawa’id Al-Fiqhiyah adalah yang serupa dengan Ushul Fiqih yang dikembalikan kapada suatu qiyas atau dlabith, seperti dlaman dan kaidah khiyar. Atau dengan kata lain, kaidah adalah pengekang furu’ yang bermacam-macam dan meletakan furu’-furu’itu dalam satu kandunagan umum dan lengkap. Dan ashal iyalah lebih merupakan jalan istimbath kepada cabang dalam wujudnya, walaupun kebanyakan ashal yang di pegangai pera imam, dilahirkannya oleh furu’.
Pada hukum furu’ dari berbagai bidang tersebut, didapati adanya hukum yang berlaku umum seperti hukum hurmuh membunuh orang lain tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara’ dengan dalail di dalam surat al-Isra’ ayat 33:
ولاتقتلوا النفس التي حرم الله الابا لحق
Artinya: Dan jangan lah kamu membunuh  jiwa yang diharamka Allah (membunuhnya), melaikan dengan suatu (alasan) yang benar…(QS. Al-Isra’)
Dari ayat diatas, Allah benar-benar melaranng untuk membunuh (melenyapkan nyawa) seseorang.  Tetapi bukan hanya membunuh melukai dan membuat orang lain cidera,bahan membuat orang  susah, semuanya juga diharamkan oleh hukum islam.
Dengan berdasarkan pengamatan terhadap suatu hukum yang sejenis ‘illatnya dalam hal ini ketentuan hukuma itu melangar melakukan sesuata yang membawa kerusakan, maka melakukan ijtihad oleh para ulama untuk merumuskan dalam perumusan yang umum yang dapat mencakup satuan-satuan hukum furu’ dimaksud, yang disebut kaidah  fiqhiyah.
Contoh lain misalnya larangan Allah terhadap orang yang makan harta anak yatim dengan cara zalim. Sebagaiman firman-Nya QS. an-Nisa:
Sesunggahnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. an-Nisa).
Dari uraian itu nyata bahwa kaidah al-Fiqhiyan iyalah perumusan  umum dari  hukum-hukum  furu’ yang banyak jumlahnya dan serupa, sehingga perumusan itu dapat mengganti furu’-furu’ yang ada dan sejenis dalam cangkupan kaidah itu. Dengan kata lain, kaidah  al-Fiqhiyah merupakan untaian dari hukum-hukum furu’ yang sejenis, seperti hukum niat dan hubuangan dengan perbuatan. Dalam masalah ibadah, niat menjadi rukun sahnya perbuatan atau pun rukun kesempurnaannya. Dalam hal jinayat  niat menjadi keriteria untuk membedaan antara perbuatan yang dilakuakan dengan sengaja  dan yang terjai karena kealfaan. Daam aqad, niat merupakan keriteria bentuk apakah yang sesungguhnya dimaksutkan dengan persetujuan itu, seperti pada kata-kata “ini aku bayarkan hutangku”,yang diucapkan seseorang  yang kebetulan mempunyai hutang dan janji akan memberikan suatu hadiah. Kalau orang yang mengucapkan itu maksudnya hadiah, sekalipun dengan kata bayar hutang, maka masuklah itu kepada pengertian pemberian hadiah. Dalam permasalah ini kita mendapati kaidah yang berbunyi:

                        “yang dianggap berlaku dalam aqad-aqad transaksi adalah maksud-maksud dan makna-makna transaksi itu, bukan lafazdh dan bentuk-bentuknya.
Qawa’id Fikhiyah (kaidah-kaidah fikih) secara etimologi adalah dasar-dasar atau asas-asas yangbertalian denga masalah-masalah atau jenis-jenis fikih. Bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam artibisa diterapkan kepada juz’iyat-nya (bagian-bagiannya).
B.                Keutamaan dari kaidah-kaidah fiqih
Adapun keutamaan kaidah-kaidah fikih adalah memberi kemudahan didalam menemukan hukum-hukum untuk kasus hukum yang baru dan tidak jelas nash-nya dan memungkinkan menghubungkanya dengan materi-materi fikih yang lain yang tersebar diberbagi kitab fiqih serta memudahkan di dalam memberikan kepastian hukum. Adapun keutamaan yang lain yaitu orang yang ingin tafaqquh (mengetahu,mendalami,menguasai) ilmu fikih akan mencapainya dengan mengetaui kaidah-kaidah fikih oleh karena itu ulama berkata :
“barang siapa yang menguasai ushul fiqih, tentu dia akan sampai kepada maksudnya, dan barang siapa yang menguasai kaidah –kaidah fiqih pasti dialah yang pantas mencapai  maksudnya ”.[2]
C.                Perbedaan Qawa’id Fiqhiyah dengan Dhawabith Fiqhiyah
Sebelum terlebih jauh membahas tentang perbedaan antara Qawa’id Fiqhiyah dengan Dawabith fiqhiyah, terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian Dawabith fiqhiyah.
Dawabith Fiqhiyah (ضوا بط) jamak dari kata dhabith (    ). Al-dhabith diambil dari kata dasar Adl-dlabith yang maknanya menurut bahasa berkisar pada :
الحفظ والحزم والقو ة والشد ة
Pemeliharaan, ikatan, kekuatan, dan penguatan.
Sedangkan pengertian dhawabith fiqhiyah menurut istilah, sebagian ulama memberikan definisi-definisi yang berdekatan dan saling melengkapi serta menyempurnakan.
Kaidah-kaidah itu adalah :
1.                  Dhawabith fiqhiyah adalah semua yang terbatas juz’iyatnya (bagiannya) pada suatu urusan tertentu.
2.                  Dhawabith fiqhiyah adalah apa yang tersusun sebagai bentuk-bentuk masalah yang serupa dalam satu tema, tanpa melihat kepada makna yang menyeluruh yang terkait.
3.                  Dhawabith fiqhiyah adalah apa yang dikhususkan dari qawa’id fiqhiyah pada bab tertentu.
4.                  Dhawabith fiqhiyah adalah preposisi universal قضيه كليه  atau dasar universal اصل كلي, atau prinsip universal مبدا كلي yang menghimpun furu’ dari satu bab (satu tema).
Dari kaidah-kaidah yang telah disebutkan, dapat di simpulkan, bahwa dhawabith fiqhiyah adalah setiap juz’iyyat fiqhiyah yang terdapat dalam satu bab fikih, atau prinsip fikih yang universal, yang juziyat-nya (bagian-bagiannya) terdapat dalam satu bab fikih.
Qawaid fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah memiliki kesamaan dan perbedaan. Perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkupnya. Qawaid fiqhiyah ruang lingkupnya tidak terbatas pada satu masalah fikih, sedangkan dhawabith fiqhiyah terbatas pada satu masalah fikih. Perbedaan ini telah disyariatkan oleh al- Maqqary al-Maliky (w. 758 ), ia menyatakan bahwa qawa’id fiqhiyah lebih umum dari dhawabith fiqhiyah.
Menurut Abdurrahman bin Jadilah al- Bannany (w.1198 H), kaidah tidak khusus untuk satu bab (masalah) fikih saja, berbeda halnya dengan dlabith. Tajuddin al-Subky (w. 771 H ) menjelaskan perbedaan antara qawa’id fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah ia menyatakan bahwa diantara kaidah ada yang tidak khusus untuk satu bab  (masalah) seperti kaidah :
اليقين لا يزال بالشك
“Keyakinan tidak dapat hilang oleh keraguan”.
Tetapi, ada juga yang khusus untuk satu bab (masalah) seperti kaidah;
ما جازت اجارته جازت اعارته
“Sesuatu yang boleh disewakan, boleh dipinjamkan”
Kaidah yang khusus untuk satu bab (masalah) dan tujuannya menghimpun bentuk-bentuk yang serupa disebut dlabith. Menurut Ibnu Nujaim (w. 970), asal (kaidah) menetapkan bahwa perbedaan antara kaidah dengan dhabith yaitu kalau kaidah menghimpun masalah-masalah cabang (furu’) dari berbagai bab (masalah) yang berbeda-beda, sedangkan dhabith hanya menyimpun masalah-masalah cabang (furu’) dari satu bab (masalah).[3]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa qawa’id fiqhiyah lebih umum dari dhawabih fiqhiyah, karena qawa’id fiqhiyah tidak terbatas pada masalah dalam satu bab fikih, tetapi kesemua masalah yang terdapat pada semua bab fikih. Sedang dhawabith fiqhiyah ruang lingkupnya terbatas pada satu masalah dalam satu bab fikih. Karena itu qaidah fiqhiyah disebut qa’idah ‘ammah, atau kulliyah dan dhabith fiqh disebut qa’idah khashshah.
Contoh :
Kaidah
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan itu menimbulkan adanya kemudahan”
Kaidah tersebut dinamakan qa’idah fiqhiyah, bukan dhawabith fiqhiyah, karena kaidah ini masuk pada semua bab fikih, dalam masalah ibadah, muamalah dan yang lainnya.
Sedangkan kaidah
ما جازت اجارته جازتاعارته
“Apa yang boleh menyewakannya, maka boleh pula meminjamkannya.
Kaidah tersebut dinamakan dhawabith fiqhiyyah, karena hanya terbatas pada rukun transaksi (muamalah) dan dalam bab pinjaman atau pinjam meminjam.
Adapun pengertian nazhariyah fiqhiyah yaitu berasal dari nazhir yang berarti mengangan-angan sesuatu dengan mata (ta’mulus syai’ bi al ain), sedangkan nazhari adalah hasil dari apa yang diangan-angankan tersebut, seprti halnya mengangan-angankannya akal yang mengatakan bahwa alam adala sesuatu yang baru. Akan tetapi sebagian ulama fuqaha kontemporer mengatakan : bahwa nazhariyah sinonim dengan qwa’id fiqhiyah, yang termasuk dalam golongan ini adalah Syekh Muhammad Abu Zahra sebagaimana yang di jelaskan dalam ushul fiqh. Atau Nadhariyah fiqhiyah juga bisa didefinisikan dengan “Maudhu-maudhu fiqih atau maudhu yang memuat masalah-masalah fiqhiyah atau qadhiyah fiqhiyah. Hakikatnya adalah rukun, syarat, dan hukum yang menghubungkan fiqh, yang menghimpun satu maudhu’ yang bisa digunakan sebagai hukum untuk semua unsure yang ada. Seperti : Nadhariyah milkiyah, nadhariyah aqad, nadhariyah itsbat dan yang lainnya.sebagai bentuk aplikasi dari contoh nadhariyah itsbat (penetapan) dalam an-fiqih al-jina’I al-islami (pidana Islam) ini terdiri dari beberapa unsur, yaitu : hakikat itsbat (penetapan), syahadah (saksi), syarat-syarat saksi, mekanisme saksi, pembelaan, tanggung jawab saksi, ikrar, qarinah, khibrah (keahlian), ma’lumat qadi (informasi, data, fakta qadhi), kitabah, dan lain-lain.
Adapun perbedaan yang mendasar antara Qa’idah Fiqhiyah dan Nadhariyah fiqhiyah adalah :[4]
1.                  Cakupan kaidah fiqh sangat luas, sedangkan nazhariyah fiqhiyah hanya mencakup bab fiqh tertentu, dari segi ini, nazhariyah sama dengan dlawabith fiqhiyah
2.                  Secara redaksional, kaidah fiqh sangat singkat dan maknanya lebih umum dibandingkan dengan nazhariyah fiqhiyah.
3.                  Setiap kaidah fiqhiyah mencakup nazhariyat fiqhiyah dan tidak sebaliknya
4.                  Pembahasan nazhariyat fiqh tidak memerlukan pemikiran lebih lanjut. Sedangkan kaidah fiqh memerlukan pembahasan yang lebih detail.
5.                  Kaidah fiqh tidak mencakup rukun, syarat, dan hukum. Sedangkan nazhariyat fiqhiyah tidak menetapkan hukum.
6.                  Kaidah fiqh menetapkan hukum dengan sendirinya, sedangkan nazhariyah fiqhiyah tidak menetapkan hukum.
7.                  Nazhariyah fiqhiyah merupakan pengembangan dari kaidah.



BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Qawa’id Fikhiyah (kaidah-kaidah fikih) secara etimologi adalah dasar-dasar atau asas-asas yangbertalian denga masalah-masalah atau jenis-jenis fikih. Bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam artibisa diterapkan kepada juz’iyat-nya (bagian-bagiannya).
Qawa’id fiqhiyah lebih umum dari dhawabih fiqhiyah, karena qawa’id fiqhiyah tidak terbatas pada masalah dalam satu bab fikih, tetapi kesemua masalah yang terdapat pada semua bab fikih. Sedang dhawabith fiqhiyah ruang lingkupnya terbatas pada satu masalah dalam satu bab fikih. Karena itu qaidah fiqhiyah disebut qa’idah ‘ammah, atau kulliyah dan dhabith fiqh disebut qa’idah khashshah.





DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, Syarif. 2012. Qawa’id Fiqhiyah Dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyah, Mu’ashirah).  Jakarta : Gramata Publishing.
Djazuli. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta : Kencana.
Musbikin, Imam. 2001. Qawa’id Al-Fiqhiyah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Mubarok, Jaih. 2002. Kaidah Fiqh. Jakarta : Raja Grafindo Persada.




[1] Imam, Musbikin. Qawa’id Al-Fiqhiyah. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) Hal. 2
[2] Djazuli. Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. (Jakarta : Kencana, 2006) Hal. 5
[3] Syarif, Hidayatullah. Qawa’id Fiqhiyah Dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyah, Mu’ashirah). ( Jakarta : Gramata Publishing, 2012) Hal. 28
[4] Jaih, Mubarok. Kaidah Fiqh. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002 ) hal. 336-337

Komentar

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

hadits tentang kepedulian sosial dan peduli lingkungan

Makalah Teori Penelitian Agama