ragam bahasa dan Wacana
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas
rahmat & ridho Allah SWT. Karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kami tidak
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada
Bunda Duwi Purwanti,M. Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa
Indonesia yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu
kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang ragam bahasa dan wacana. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat
kesalahan yang belum kami ketahui, maka dari itu kami mohon saran dan kritik
dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.
Mataram,
6 Oktober 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Ragam bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara,kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta medium pembicara.Bahasa
merupakan hal yang penting dalam berkomunikasi, dalam menyampaikan gagasan pada
tulisan, dalam menyampaikan informasi dan juga perkembangan. Bahasa merupakan
suatu sarana yang tersusun atas pola-pola yang memiliki aturan tersendiri
sehingga tidak menyalahi maksud dalam berkomunikasi. Pola-pola tersebut terdiri
dari tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat.Bahasa dibentuk oleh kaidah
aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan
pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk
mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang
dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus
menguasai bahasanya. Selain itu, bahasa merupakan suatu sistem dari lambang
bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat
komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa
primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak
adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Ada berapa jenis ragam bahasa
berdasarkan media/sarana ?
2. Sebutkan jenis-jenis ragam bahasa
berdasarkan situasi pemakaian !
3. Sebutkan macam-macam wacana !
C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui jenis-jenis ragam
bahasa berdasarkan media.
2. Mengetahui jenis-jenis ragam bahasa
berdasarkan situasi pemakaiannya.
3. Mengetahui macam-macam wacana.
BAB
II
PEMBAHASAN
RAGAM
BAHASA dan WACANA
A.
RAGAM BAHASA
1.
Ragam Bahasa
Berdasarkan Media/Sarana
a. Ragam
bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap
(organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan
ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka,
gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
1)
Memerlukan
kehadiran orang lain.
2)
Terikat
ruang dan waktu.
3)
Dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya suara.
4)
Unsur
gramatikal seperti subjek, predikat, objek tidak tampak. Yang tampak adalah
gerakan, mimik, dan ekspresi.
5)
Terikat
oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
Ragam bahasa
lisan memiliki kelebihan diantaranya tidak terlalu tikan pola kalimat dasar
seperti susunan subyek, predikat dan obyek. Karena dengan pengucapan dan
gerakan, mimik itu sudah cukup membantu tersampaikannya ide atau gagasan. Sedangkan
kekurangannya ragam bahasa lisan ini hanya dapat sesuai dengan waktu, tempat
dan situasi. Seperti contohnya pembicaraan dalam ruangan belum tentu dapat
dimengerti orang yang berada diluar ruangan itu sendiri.
b.
Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa
dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya
kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca
dalam mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
1)
Tidak
memerlukan kehadiran orang lain.
2)
Unsur
gramatikal dinyatakan secara lengkap.
3)
Tidak
terikat ruang dan waktu.
4)
Makna
ditentukan oleh pemakaian tanda baca.
Bahasa baku dipakai dalam :
1)
Pembicaraan
di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan
kuliah/pelajaran.
2)
Pembicaraan
dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat.
3)
Komunikasi
resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4)
Wacana
teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
Segi kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi
:
1)
Tata
bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah
buku Tata Bahasa Baku Indonesia.
2)
Kosa
kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
3)
Istilah
kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah.
4)
Ejaan
berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD).
5)
Lafal
baku kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan
Ragam bahasa tulis memiliki kelebihan dimana ragam bahasa tulis
tidak terikat oleh situasi dan waktu. Dimana setiap orang yang membaca akan
mampu mengerti gagasan yang akan disampaikan. Tetapi kekurangannya diamana tata
ragam bahsa tulis ini diharuskan adanya ketepatan penulisan gramatikal agar
penyampaian gagasan tersampaikan dengan tepat.
2.
Ragam
Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya
a.
Ragam
Formal
b.
Ragam
Nonformal
c.
Ragam
Semiformal
Bahasa
ragam formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan
tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan
perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi
dkk., 1998: 14).
Pembedaan antara
ragam formal, nonformal, dan semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini.
1)
Topik
yang sedang dibahas.
2)
Hubungan
antarpembicara.
3)
Medium
yang digunakan.
4)
Lingkungan.
5)
Situasi
saat pembicaraan terjadi
Ada lima ciri yang
dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam
formal dari ragam nonformal. Setiap ciri adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan kata sapaan dan
kata ganti.
Penggunaan
kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam formal dari ragam
nonformal yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau kita
akan menyertakan penyebutan jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk
menyapa teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya atau kita
menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam formal
kita akan menggunakan kata saya, sedangkan aku digunakan dalam ragam
semiformal. Dalam ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue, ogut.
2) Penggunaan kata
tertentu.
Penggunaan kata tertentu
merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam formal dari ragam
nonformal. Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak,
bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di samping itu, dalam
ragam nonformal sering muncul bentuk penekan, seperti sih,
kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak akan
digunakan.
3)
Penggunaan
imbuhan.
Penggunaan imbuhan adalah
ciri lain. Dalam ragam formal kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan
imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam
nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.
4)
Penggunaan
kata sambung (konjungsi dan kata depan (preposisi).
Penggunaan kata sambung
(konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonformal, sering
kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu
mengganggu kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok kata
tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa laras jurnalistik
termasuk ragam semiformal.
5)
Penggunaan
fungsi yang lengkap
Kelengkapan fungsi berkaitan dengan
adanya bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap
cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal, predikat
kalimat sering dihilangkan. Sering kali pelesapan fungsi terjadi ketika kita
menjawab pertanyaan orang.
Sebenarnya,
pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi
hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
Setiap laras dapat
disampaikan dalam ragam formal, semiformal, atau
nonformal. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras
ilmiah harus selalu menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan
secara lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari laras
lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsur-unsur yang membedakan
laras ilmiah dari laras-laras lain.
B.
WACANA
Wacana merupakan
satuan bahasa yang terlengkap yang mempunyai kohesi dan koherensi dan berkaitan
dengan konteks tertentu, yang dapat disampaikan secara lisan (wacana lisan) dan
tertulis (wacana tulis). Sedangkan wacana menurut Kridalaksana dalam Kamus
Linguistik Edisi Ketiga (1993: 231) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana
ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri
ensiklopedia, dsb). Kridalaksanan membagi wacana menjadi empat yaitu:
1.
Wacana langsung (direct speech,
direct discourse)
Wacana langsung adalah wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.
Contoh: Salim berkata, “Saya akan datang.”
Wacana langsung adalah wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.
Contoh: Salim berkata, “Saya akan datang.”
2.
Wacana pembeberan (expository
discourse)
Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis.
Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis.
3.
Wacana penuturan (narrative
discourse)
Wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
Wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
4.
Wacana tidak langsung (indirect
discourse)
Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara, mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.
Contoh: Salim berkata bahwa ia akan datang.
Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara, mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.
Contoh: Salim berkata bahwa ia akan datang.
Di samping
beberapa pendapat di atas, Leech juga mengemukakan pendapatnya mengenai wacana.
Menurut Leech, wacana dapat dibedakan berdasarkan fungsi bahasa, saluran
komunikasinya, dan cara pemaparannya.
a.
Berdasarkan fungsi bahasa, yaitu
:
1)
Wacana ekspresif, apabila wacana
itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi,
seperti wacana pidato.
2)
Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber
pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan pada
pesta.
3)
Wacana informasional, apabila
wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam
media massa.
4)
Wacana estetik, apabila wacana
itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi
dan lagu.
5)
Wacana direktif, apabila wacana
itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti
wacana khotbah.
b.
Berdasarkan saluran
komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan wacana tulis.
Wacana lisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa yang
dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis
ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan
sistem ejaan.
c.
Wacana dapat pula dibedakan
berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif, wacana deskriptif, wacana
ekspositoris, wacana argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan
wacana prosedural.
Selain
itu,wacana dapat di klasifikasikan berdasarkan sudut tujuannya :
a.
Eksposisi
Wacana ini digunakan oleh penulis
untuk memberikan informasi kepada pembacanya. Begitu juga dengan pembaca
menggunakan wacana ini untuk mencari informasi yang di inginkannya.
b.
Argumentasi
Ditinjau
dari sudut penulis karangan jenis ini ditulis untuk meyakinkan pembaca terhadap
suatu kebenaran. Efek lebih lanjut karangan ini dapat mempengaruhi perilaku
para pembacanya walaupun sebenarnya wacana yang ditulis tidak bermaksud untuk
mempengaruhi orang lain. Sebaliknya, pembaca menggunakan wacana atau karangan
ini untuk mencari tau kebenaran dari suatu hal yang mungkin lebih dikuasai oleh
penulis.
c.
Persuasi
Persuasi adalah bentuk karangan yang
hampir sama dengan argumentasi. Wacana persuasi berusaha mempertahankan suatu
kebenaran dalam pembahasannya. Walaupun tidak seratus persen mempertahankan
kebenaran, bentuk wacana ini masih termasuk dalam wacana ilmiah, bukan wacana
fiksi. Wacana ini juga dilengkapi dengan pendapat penulisnya sehingga dapat
mempengaruhi pembaca/pendengar sehingga mereka tertarik untuk mencoba, membeli,
atau memakai produk tertentu.
d.
Deskripsi
Wacana deskripsi adalah wacana yang ditulis untuk
menggambarkan sesuatu kepada pembaca. Biasanya wacana deskripsi ini tidak
berdiri sendiri melainkan memperkuat wacana lainnya.
e.
Narasi
Wacana
narasi ini ditulis untuk menceritakan pada orang lain kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami sendiri maupun yang
didengarnya dari orang lain. Dengan cara ini, penulis/pembicara memenuhi pula
kebutuhan para pendengar atau pembacanya untuk memperoleh cerita tentang
kejadian itu. Perlu dicatat bahwa ciri khas wacana ini adalah kronologisnya.
Artinya, sebuah cerita dari awal hingga akhir atau sebaliknya diceritakan
secara runut atau dengan urutan waktu tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seiring dengan perkembangannya
bahasa indonesia memiliki banyak ragam dan variasi namun semua menambah
kekayaan bahasa Indonesia sendiri. Karena salah satu negara yang maju dapat dilihat dari bahasa
nya. Berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan masih banyak
orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai
dengan kaidah-kaidah yang benar. Baik dari segi baku dan tidak bakunya
suatu bahasa maupun dari segi penuturan dan penulisan nya. Jadi dilihat dari fungsinya
bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan
bisa berinteraksi sesama yang lain.
B.
Saran
Maka kita sebagai warga negara
Indonesia harus bisa menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
karena dipandangnya suatu bangsa itu tidak lepas dari bagaimana kita
menggunakan bahasa yang dapat dipahami atau mudah
dimengerti oleh bangsa lain. Mudah-mudahan uraian singkat
diatas dapat memberi sumbang sih bagi pembaca, saran dan kritik yang sifatnya
membangun selalu penulis harapkan, demi kesempurnaan karya tulis kami ini yang
berjudul ”Ragam Bahasa dan Wacana”. Dan atas bimbingan dan saran-saran
Bapak/ibu pembimbing, saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Finoza,
Lamudin. Amran, Tasai. 2013. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi
Arifin,
Zaenal. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta :
Akademika Pressindo.
http//www.
wikipedia.ac.id
Komentar
Posting Komentar