Makalah Etika Profesi Advokat

MAKALAH

ETIKA PROFESI ADVOKAT
Makalah Ini Ditulis Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Etika Profesi Hukum
Program Studi Ahwal Al-Syakshiyah


KELOMPOK II
                                               

SitiAminah                        : 152142043
                                    Helmiatun Hasanah           : 152142041
                                    Abdul Rajab Bunga          : 152142052
                                    Mu’tamar Hidayat                        : 152142069




PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH dan EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) MATARAM
TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada  Bapak H. Akhmad, M.H.  selaku dosen pengampu “Etika Profesi Hukum” yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
            Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang “Etika Profesi Advokat”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.



Mataram, 12 April 2016



Penulis
                                                                                               




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C.     Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.    Bantuan Hukum Dan Pengacara.................................................................. 2
1.      Pengertian Bantuan Hukum dan Pengacara........................................... 2
2.      Tujuan Bantuan Hukum dan Pengacara................................................. 3
B.     Syarat-Syarat Dan Yuridiksi Advokat / Pengacara Syariah........................ 4
C.     Kode Etik Advokat..................................................................................... 5
BAB III PENUTUP............................................................................................... 9
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 9
B.     Saran............................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar belakang
Dalam kehidupn bermasyarakat tentulah muncul berbagai permasalahan sosial, baik masalah ringan sampai masalah-masalah yang perlu melibatkan aparat penegak hukum sekalipun. Dalam keadaan inilah seorang advokat maupun pengacara syariah sangat dibutuhkan untuk dapat menangani maupun memberi nasehat terhadap permasalahannya. Dan begitu pula dengan seorang advokat wajib member bantuan kepada siapa pun karena seorang pebgacara tidak diperkenankan membedakan suku, ras, agama, dan lain lain sehingga ia dikenal dengan profesi yang mulia (officium nobile ).

B.            Rumusan masalah
1.    Apa Yang Di Maksud Dengan Pengertian Bantuan Hukum Dan Pengacara ?
2.    Bagaimana Syarat-Syarat Dan Yuridiksi Advokat / Pengacara Syariah ?
3.    Bagaimana Kode Etik Advokat.

C.            Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu untuk dilakukan kajian-kajian atau pembahasan tentang masalah yang terkait dengan “ Etika Profesi Advokat” dengan tujuan :
1.    Dapat Mengetahui Pengertian Bantuan Hukum Dan Pengacara
2.    Dapat Mengetahui Syarat-Syarat Dan Yuridiksi Advokat / Pengacara Syariah
3.    Dapat Mengetahui Kode Etik Advokat.

BAB II
PEMBAHASAN

A.           Bantuan Hukum dan Pengacara
1.             Pengertian Bantuan Hukum dan Pengacara
Dari segi bahasa, dalam bahasa inggris istilah bantuan hokum dikenal drngan legal  atau legal service. Keduanya mengandung makna sebagai jasa hokum yang diberikan oleh advokat atau pengacara atau kalangan masyarakat pencari keadilan. Lebih dari itu, bantuan hokum juga merupakan representasi akses mendapatkan keadilan (acces to justice) dalam  onteks semua orang kedudukannya di depan hokum (equality before the law).[1]
Kemudian dalam praktik penegakan hokum di pengadilan (litigation), bantuan hokum juga terkait dengan profesi kepengacaraan atau advokat. Dalam bahasa inggris advokat merupakan kata benda (noun), “orang yang berprofesi memberiakan jasa konsultasi hokum dan atau bantuan hukum baik di dalam maupun diluar pengadilan” yang kini popeler dengan sebutan pengacara (lawyer). Pada awalnya profesi advokat atau pengacara syarat dengan idealism. Karena ia merupakan profesi mulia (officum nobile) dan pemberi jasa bantuan hokum cuma-Cuma (prodeo). Namun dalam perkembangan kemudian , ia beralih menjadi satu pekerjaan profesional yang mendapatkan fee atau honorarium dari klien.


2.             Tujuan Bantuan Hukum dan Pengacara
Secara umum, tujuan bantuan hokum dan advokat / pengacara adalah untuk membantu klien dalam memperoleh hak-haknya dalam proses penegakan hokum, baik melalui jalur pengadilan (litigation). Penggunaan jasa bantuan hokum melalui para advokat atau pengcara sangat tergantung kepada kebutuhan klien, jenis kasus byang diperselisihkan, dan tujuan hukumnya.
Kemudian dalam diskursus ilmu hukum saat ini, fungsi bantuan hukum dan pengacara memiliki tujuan acces to justice bagi setiap anngota masyarakat. Misalnya, ungsi dan tujuan acces to justice yang di kembangkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) antara lain:
a)             Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat tentanmg pentingnya memenuhi hak-hak dasar  mereka, yakni sosialisasi melalui media cetak dan elektronik, khususnya pada praktisi muda dengan cara memberikan pelatihan bantuan hukum, sejenis.
b)            Mendorong pihak pemerintah untuk membuat dan mengeluarkan sebuah regulasi yang mengatur tentang bantuan hukum kepada masyarakat (UU Bantuan HUkum).
c)             Kerjasama lintas institusi antar semua elemen masyarakat dan organisasi social kemasyarakatan untuk mendorong pemerintah pusat dan derah dalam member perhatian terhadap bantuan hukum.
d)            Mendorong pemerintah daerah menyisihkan sebagian dana APBD-nya untuk kepentingan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
e)             Mendorong lembaga pendidikan tinggi untuk memasukan advokat dan bantuan hukum ke dalam satuan kurikulum pendidikan hukum dan HAM.



B.            Syarat-syarat dan Yuridiksi advokat / Pengacara syariah
Dalam surat keputusan Menteri Kehakiman untuk pengangkatan advokat disebut istilah penasehat hukum. Adapun tatacara pengangkatan seorang advokat/pengacara/penasehat hukum saat ini diatur oleh Surat Edaran mahkamah Agung No:047/TUN/III/1989 tanggal 18 Maret 1989 tentang penerimaan Calon Pengacara Praktek danAdvokat (Penasehat hukum). Surat Edaran ini mengatur mulai dari proses penerimaan, panitia pelaksana, penentuan syarat-syarat permo-honan calon, materi ujian sampai kepada peranan, keterlibatan organisasi profesi penasehat hukum.
Dalam UU no. 18 tahun 2003 tentang Advokat disebutkan seseorang dapat diangkat menjadi advokat sesuai dengan ketentuan-ketentuan berikut. Pasal 2 :
(1)               Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Oraganisasi Advokat;
(2)               Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi advokat
(3)               Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Ketentuan diatas dimaksudkan agar advokat dalam menjalankan prakteknya selalu dapat dipantau oleh Mahkamah Agung selain dipantau juga oleh organisasi advokat itu sendiri.
Selanjutnya, dalam dunia hukum pun dikenal dengan istilah yurisdiksi diartikan sebagai kewenangan bagi praktisi hukum dalam melaksanakan tugasnya agar menjadi jelas batasannya. Seorang advokat dapat beracara dimanpun diseluruh nusantara, disemua lingkungan peradilan, misalnya dilingkungan peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam SEMA no. 8 tahun 1987.
C.            Kode Etik Advokat
Oemar Seno adji dalam bukunya “Etika Profesional dan Hukum Profesi Advokat” yang di kutip oleh Franz Hendra Winarta, mengatakan bahwa substansi kode etik advokat Indonesia adalah kewajiban-kewajiban yang para advokat membebankan pada dirinya sendiri, suatu “selfstbindung, Zelfoplegging, Self Imposed”, suatu keawajiban pada dirinya sendiri.[2]
Terdapat 6 hal (6 bab) dalam Kode Etik Advokat Indonesia, yang ditetapkan pada Munas Advokat Indonesia pada tanggal 10 november 1985, yakni :
1.             Kepribadian advokat (pasal 1 dengan 7 ayat)
2.             Hubungan dengan klien (pasal 2 dengan 13 ayat)
3.             Hubungan dengan teman sejawat (pasal 3 dengan 8 ayat)
4.             Cara bertindak dalam menangani perkara (pasal 4 dengan 11 ayat)
5.             Ketentuan-ketentuan lain (pasal 5 dengan 9 ayat)
6.             Pelaksanaan kode etik advokat (pasal 6 dengan 3 ayat)5
Kode etik advokat ini juga didampingi dengan ketentuan mngenai hukum acara dewan kehormatan Ikatan Advokat Indonesia yang terdiri dari 4 pasal.
“advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat advokat sebagai profesi terhormat (officum nobile).”
Dari apa yang tersurat dan tersirat dalam pasal tersebut, profesi advokat adalah profesi yang terhormat (officium nobile). Dan setiap advokat harus selalu menjadi dan menjunjung tinggi profesinya agar tidak merugikan kebebasan, derajat, dan martabat advokat. Jadi, hakikat dari pasal tersebut adalah setiap advokat harus menjaga dirinya dalam tingkah laku dan perbuatannya sedemikian rupa sehingga citra profesi advokat tidak tercemar dan dapat mengurangi derajat dan martabat advokat . terlebih dari itu, profesi advokat adalah profesi yang bebas, dalam arti kata ia tidak boleh mempunyai ikatan-ikatan yang dapat membatasi kewajibannya membela klien dan berjuang untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur, dan bertanggung jawab. Misalnya, seorang advokat tidak boleh seorang pegawai negeri, karena dengan jabatan rangkap tersebut ia terikat kepada atasannya dan tidak bebas lagi dalam menjalankan profesinya.
D.           Pelanggaran Kode Etik
Sebenarnya masyarakat bisa membantu pencegahan atas pelanggaran kode etik oleh advokat, yaitu dengan mempunyai pengetahuan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh advokat, baik terhadap orang lain maupun terhadapnya, sehinggaorang yang memerlukan nasehat dan jasa hukum tidak menjadi kecewa memakai jasa seorang advokat.
Dalam pasal 2.4 (Bab II tentang hubungan dengan klien ) kode etik advokat diatur :
“Advokat tidak dibenarkanmenjamin terhadap kliennya bahwa perkaranya akan dimenangkan”.
Jadi, kalau ada advokat yang menjamin memenangkan perkara, ia patut dicurigai, dan jangan percaya begitu saja kepada janji tersebut.
Pasal 2. 10 sebaliknya mengatur, advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya. Tanpa sutu dasar hukum, advokat tidak bleh mengurus suatu perkara yang diserahkan ( dipercayakan) kepadanya menurut sumpah jabatannya. Dalam pasal 5.2 (bab V : tentang ketentuan-ketentuan lain), dinyatakan : Advokat harus menunggu permintaan dari klien dan tidak boleh menawarkan jasanya, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dengan melalui orang-orang perantara.
Sikap advokat harus pasif dan menunggu orang (klien) yang memerlukan jasa hukum datang kepadanya, mendatangi klien apalagi secara door to door sama sekali tidak diperlukan, karena dianggap merendahkan derajat dan martabat advokat.
Begitu pula kalau advokat mau mengiklankan suatu pengumunan, teguran atau pernyataan, sebaiknya klien melihat dan memeriksa serta mempertimbangkan urgensinya. Karena dalam pasal 5.7 (Bab V : tentang Ketentuan-Ketentuan lain), ditegaskan :
“advokat tidak dibenarkan untuk melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap advokat.”
Tetapi mempublikasikan tindakan pembelaan untuk klien yang kena gusur tanah dan rumahnya atau PHK yang dilakukan sewenang-wenang oleh pengusaha terhadap karyawan, bisa dibenarkan karena dalam rangka membela hak asasi manusia.
Ribut-ribut advokat selama ini di media massa hanya dilakukan oleh beberapa anggota Ikadin, dan bukan merupakan cermin dari profesi dan organisasi advokat. Sebab, pelanggaran kode etik seperrti dikatakan terlebih dahulu dahulu dapat diselesaikan melalui Dewan Kehormatan. Anggota Ikadin yag sewaktu dibentuk berjumlah sekitar 700 orang dan setiap tahun terus bertambah, sebagian besar tunduk kepada kode etik, anggraran dasar, dan Anggaran rumah Tangga ikadin. Ribut-ribut bukanlah merupakan cirri profesi dvokat, yang sesungguhnya harus saling menghormati dan saling percaya antara sesame rekan profesi.


E.            UU Advokat Dan Bantuan Hukum Dalam System Hukum Indonesia
Pemberian jasa bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat atau pengacara kepada masyarakat atau kliennya, sesungguhnya belum mempunyai landasan hukum yang cukup kuat. Ada semacam aksioma yang berkenaan dengan pemberian jasa bantuan hukum dalam UU Advokat Indonesia. Aksioma yang dimaksud adalah kedudukan advokat memang telah digaransi oleh regulasi yang khusus, terutama berkaitan dengan fungsi mereka dalam membantu para klien dalam mendapatkan hak-haknya.
Apabila dilihat dari materi hukum yang ada, baik yang bersumber dari hukum zaman colonial maupun setelah kemerdekaan, tampaknya pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat masih jauh dari yang diharapkan. Namun demikian, Frans Hendra winarta sebagaimana dikutip oleh Rahmat Rosyadi dan Sri hartini dan akhirnya dkutip oleh Didi Kusnadi menjelaskan bahwa perihal bantuan hukum termasuk didalmnya prinsip equality before the law dan access to legal councel, dalam hukum positif Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Berkaitan dengan pemberian jasa bantuan hukum ini diatur dalam UUD 1945, misalnya :
Pasal 27 ayat 1, menegaskan bahwa
   “setiap warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 34, menyatakan bahwa :
“fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggung jawab Negara”.
Begitu banyak peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang advokat, sehingga keberadaan advokat dimasyarakat dalam melakukannya perannya kurang mendapat yang layak sebagai profesi.



BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Advokat adalah suatu profesi mulia (officium nobile) karena membela masyarakat tanpa membedakan ras, bahasa, suku, namun tetap memperlakukan mereka semua berkedudukan sama dihadapan hukum atau sering disebut istilah equality Before The Law, namun pengacara bukanlah profesi yang menjadi pelaksanaahukumsepertinya polisi, jaksa, dan hakim.
B.            Saran
Berdasarkan pemaparan makalah diatas, maka penulis mengharapkan kepada pembaca kepada pada umumnya dan penulis pada khususnya agar dapat menjunjung tinggi etika dalam profesinya dan senantiasa berpedoman pada kode etik.



[1] Didi, Kusnadi. Bantuan Hukum Dalam Hukum Islam Hubungannya Dengan UU Advokat Dan Penegakan Hukum di Indonesia. (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011) hal. 33
[2] Franz, Hendra winarta. Advokat Indonesia Citra, Idealisme, dan keprihatinan. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 ) hal. 86

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hadits tentang kepedulian sosial dan peduli lingkungan

Makalah PENGERTIAN QAWA’ID FIQHIYAH DAN PERBEDAAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN DHAWABITH FIQHIYAH DAN NAZHARIYYAH FIQHIYAH

Makalah Teori Penelitian Agama