Makalah Takhrij Hadits
MAKALAH
TAKHRIJ
HADITS
Makalah Ini Ditulis Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
Program Studi Ahwal Al-Syakshiyah
KELOMPOK
II
Siti
Aminah : 152142043
Nur
Anisa : 152142037
PROGRAM
STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS
SYARIAH dan EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
MATARAM
TAHUN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas
rahmat & ridho Allah SWT.karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kami tidak
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak M.Noor, M.HI. selaku dosen pengampu “Ulumul hadits” yang
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang “Takhrij Hadits”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan
yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari
teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.
Mataram, 30 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN
JUDUL........................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar
Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
A. Pengertian takhrij..................................................................................................... 2
B. Tujuan dan manfaat takhrij...................................................................................... 3
C. Kitab-kitab takhrij hadits......................................................................................... 4
D. Metode takhrij......................................................................................................... 5
1. Dengan cara mengetahui persi pertama
(tertinggi)...................................... 5
2. Dengan cara mengetahui Lafadz Hadits..................................................... 7
3. Dengan cara mengetahui awal lafadz
matan hadits..................................... 8
4. Dengan cara mengetahui topik hadits.......................................................... 9
5.
Dengan cara mengetahui keadaan matan dan sanad................................. 10
BAB
III PENUTUP......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Para ulama dahulu mereka belum ada kebutuhan
terhadap ilmu hadits, kaidah dan ushul-ushul lainnya yang kini disebut dengan
‘Ilmu Takhrij’, sebab tela’ah mereka terhadap sumber-sumber sunnah sangat luas,
kontak mereka dengan sumber-sumber ahli hadits sangat kuat, ketika mereka
memerlukan bukti-bukti, penguatan suatu hadits mereka ingat akan letaknya pada
suatu kitab sunnah bahkan hafal terhadap semua kitab-kitab beserta isinya,
karena itu mudah bagi mereka untuk memantafkannya dalam mentakhrij hadits. Namun
hal demikian hanya berlangsung dalam beberapa abad saja, sampai terbatasnya
waktu bagi para ulama selanjutnya untuk menelaah kitab-kitab sunnah dari
sumber-sumbernya yang asli, sehingga mereka mengalami kesulitan mengetahui
letak-letak hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh para pengarang Ilmu-Ilmu
Syar’I dan ilmu lainnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian takhrij hadits ?
2. Apa
tujuan dan manfaat takhrij ?
3. Sebutkan
kitab-kitab takhrij hadits !
4. Bagaimana metode takhrij ?
C. Tujuan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu
untuk dilakukan kajian-kajian atau pembahasan tentang masalah yang terkait
dengan ‘Takhrij Hadits’ dengan tujuan :
1. Dapat
mengetahui pengertian takhrij hadits
2. Dapat
mengetahui tujuan dan manfaat takhrij
3.
Dapat
menyebutkan kitb-kitab takhrij
4. Dapat
mengetahui metode takhrij
BAB
II
PEMBAHASAN
TAKHRIJ
HADITS
A.
Pengertian
Takhrij Hadits
1.
Menurut etimologi
Kata “Takhrij” diambil
dari akar kata “Kharaja” yang berarti “Dzuhur”, “Buruz” (nampak) kemudian kata
“Takhrij” ini mempunyai beberapa arti diantaranya :
a.
Pengarahan
(Taujih), seperti kalimat artinya memberikan pengarahan dan
penjelasan.
b.
Bertemunya dua
hal yang berlawanan seperti kalimat : artinya
tahun yang ada musim subur dan paceklik.
c.
Istinbath
(pengambilan hukum).
d.
Latihan atau
mengajarkan (al-tadrib, al-ta’lim) seperti kalimat : artinya melatihnya dan
mengajarkannya.
e.
Menampakkan
(idbhar, ibroz) seperti kalimat ayat :
2.
Menurut terminologi
a.
Penyebutan terhadap
hadits dalam kitabnya disertai dengan (penyebutan) sanad-sanadnya (hadits).
b.
Pengeluaran si penyusun
terhadap hadits-hadits suatu kitab untuk dirinya dengan (penyebutan)
sanad-sanad untuk dapat bertemu dia dengan penyusun asal (pertama) baik sebagai
gurunya maupun sebagai seniornya.
c.
Menyambungkan
hadits-hadits kepada para ulama yang telah mengeluarkan dalam kitabnya serta
memberikan penjelasan hukum-hukumnya (hadits-haditsnya).
d.
Pengeluaran seorang
muhaddits terhadap hadits-hadits dari sumber-sumber, guru-guru, dan sebangsa
dengan memberi penjelasan hukum-hukumnya, serta menyambungkan kepada yang telah
mentakhrijnya dari para pengarang kitab-kitab tersebut.
B.
Tujuan
dan Manfaat Takhrij
1.
Tujuan Takhrij
Takhrij hadist bertujuan mengetahui
sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak
atau diterimanya hadist-hadist tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui
hadist-hadist yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadist yang
berlaku sehingga hadist tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
2.
Adapun faedah
takhrij hadis antara lain :
a. Dapat
di ketahui banyak – sedikitnya jalur periwayatan suatu hadist yang sedang
menjadi topik kajian.
b. Dapat
di ketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.
Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak
bertambah.
c. Dapat
di temukan status hadist shahih li dzatihi atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga akan dapat di ketahui istilah
hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.
d. Memberikan
kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa
hadist tersebut adalah makbul (dapat di terima). Sebaliknya, orang tidak akan
mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut tidak dapat diterima
(mardud).
e. Menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar – benar berasal dari Rasulullah SAW.
Yang harus di ikuti karena adanya bukti – bukti yang kuat tentang kebenaran
hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
C. Kitab-Kitab
Takhrij Hadits
“Kutub At-Takhrij” (buku-buku
takhrij), diantaranya adalah :
1. Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab;
karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H). Kitab
Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya Abu
Ishaq Asy-Syairazi.
2. Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar
Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi
(wafat 744 H)
3. Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah
li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (wafat 762 H).
4. Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li
Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga. Ibnu Hajar juga menulis
takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits
Asy-Syaafi.
5. Al-Badrul-Munir fi
Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I; karya
Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
6. Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar
fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin
Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).
7. Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru
ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.
8. At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji
Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-‘Asqalani (wafat 852 H).
9. Ad-Dirayah fii Takhriji
Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
10. Tuhfatur-Rawi fii Takhriji
Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).
D. Metode Takhrij
1.
Dengan cara mengetahui persi pertama (tertinggi).
Perawi
pertama terkadang datang dari sahabat bila hadits itu muttashil, terkadang dari
tabi’in bila hadits itu mursal setelah kita mengetahui perawi pertama dalam
hadits, baru bisa kita men-takhrijnya dengan melihat kepada kitab-kitab yang
bermetode ini sebagai penunjang, yaitu:
a.
Kitab-kitab Al-Athrof
Dalam
kitab-kitab Al-Athrof ini biasanya pengarang menyusun berdasarkan musnad para
sahabat, disusun nama-nama mereka sesuai dengan urutan huruf mu’jam sedikit
sekali penyusun yang berdasarkan huruf-huruf yang dikaitkan dengan permulaan
matan seperti yang dilakukan oleh Al-hafidz, Samsudin Abu Al-Fadl, Muhammad bin
Thahir bin Ahmad Al-Maqdisy, dikenal dengan Ibnu Al-Qaisarany (w. 507 H) pada
kitab “Atha’rab al-Garaid Wa al-Alraf” karangan Darukhutni, ia menyusunnya
berdasarkan mu’jam yang dikaitkan dengan permulaan matan begitu juga al-Hafidz
Muhammad bin Ali bin al-Khusainy bin Hamzah atau dikenal dengan Samsuddin
al-Khusainy (715-765 H) dalam kitab “al-Khasysyafi fi ma’rifat al-athraf”.
b. Kitab-kitab Al-Masyanid
Muhammad
Abd al-Muhdi Abd al-Qadir menambahkan tentang keistimewaan kitab al-Masyanid,
yaitu :
1)
Disusun secara urutan para perawi sahabat atau tabi’in bila
mursal.
2)
Penyusunan para sahabat ada yang berdasarkan masukannya
mereka kepada Islam, ada juga yang berdasarkan kepada khabilah.
3)
Hadits-hadits yang diriwayatkan di bawah para sahabat tidak
tersusun secara rapi dalam arti berserakan, dimaksudksn hanya untuk menjaga
keutuhannya saja.
4)
Hadits-haditsnya tidak ada dalam kesatuan tingkatan baik itu
shahih, hasan, dha’if, tapi dihimpunnya diantara shhih, hasan, dan dha’if.
5)
Tidak menghimpun semua para perawi, tapi dihimpunnya sebagian
berdasarkan sejumlah besar sahabat sebagian lagi berdasarkan sahabat yang
memiliki sifat-sifat tertentu.
c.
Kitab-kitab al-ma’ajim
Biasanya
penyusun nama-nama tersebut berdasarkan huruf-huruf ensiklopedi, yang menjadi perhatian kita di
sini adalah mu’ujam yang di susun berdasarkan musnad pada sahabat saja. Mu’jum
terkenal, yaitu :
1) Al-mu’jam al-kabir,Al-mu’jam al-ausath dan
al-soghir Abu Al-Qosim sulaiman bin Ahmad at-Thabrani (w 360 H)
2) Al- mu’jam al-shohabah-Ahmad bin Ali
al-Hamadani (w. 394 H).
3) Al-Mu’jam al-Shohahah-Ahmad bin Ali
al-Mushili (w. 307 H)
Kelebihan dan kelemahan metode
pertama (perawi tertinggi)
Kelebihannya, yaitu :
a) Cepat menemukan karena pengarang
menyebutkan orang-orang yang mentakhrij hadits tersebut dan kitabnya sehingga
tidak menemukan waktu.
b) Bisa membandingkan antara
sanad-sanad yang ada.
Kelemahannya,
yaitu :
a) Hanya dipakai setelah mengetahui
rawi tertinggi.
b) Susunan hadits dibawah perawi
merupakan susunan yang banyak, sulit menemukan hadits yang kita maksud karena
hadits-haditsnya disusun berdasar kepada metode yang tidak dapat memperdekat.
Seperti halnya kitab (Tuhfat Al-Asyraf) hadits- haditsnya disusun berdasar
perawi-perawi yang memperjauh apa yang dimaksud.
2. Dengan cara mengetahui Lafadz Hadits
Yaitu mengetahui terdahulu satu
lafadz dan hadits yang dimaksud baik itu berupa kata benda atau kata kerja
terkecuali berupa kata bantu (huruf). Para pengarang kitab bermetode ini
memfokuskan kepada lafadz-lafadz yang jarang digunakan (al-gharib).
Kitab-kitab
yang terkenal dalam metode ini:
a. Al-mu’jam al-mufahras li al-fadzil
hadits an-nabawi karangan orientalis Dr.A.J.Weinsik wafat 1939 H.
b. Fahras shahih muslim karangan syekh
Muhammad fuad Abdul Baiq
c. Fahras sunan Abi Daud karangan ibnu
Al-Bayuni yang sebagian lagi buku tersebut disyarahkan oleh Muhammad khitab
al-syubki.
Kelebihan dan kelemahan Al-mu’jam
al-mufahras
Kelebihannya, yaitu:
1) Cepat sampai kepada hadits yang di
maksud,karna pengarang menentukan letak hadits yang ada dalam kitab dengan
menyebutkan kitab, bab, dan halamannya.
2) Dengan hanya mengetahui bagian dari
hadits (lafadznya) bisa sampai kepada hadits yang di maksud.
Kelemahannya, yaitu :
1) Pemakainya harus mahir dalam seluk
beluk bahasa arab supanya mengetahui akar kata-kata dari suatu kalimat. Seperti
mencari lafadz muta’ammi dan tentunya harus di cari dari akar kata amida.
2) Tidak menyebutkan hadits para
sahabat tapi hanya menyebutkan hadits dari setiap sahabat yang tentunya harus merujuk
kembali kepada tempat-tempat letak hadits tersebut yang sahabatnya sudah pasti.
3) Dengan suatu kalimat terkadang tidak
di ketemukan. Meski demikian tetap itu menjadi kelebihannya.
3. Dengan cara mengetahui awal lafadz
matan hadits
Metode ini
digunakan ketika telah mengetahui kata-kata pertama dalam matan hadits karena
tanpa hal itu kita akan kehilangan banyak waktu. Kitab-kitab yang bermetode ini
hadits-haditsnya tersusun menurut urutan huruf hijaiyah dari huruf alif dan
seterusnya.
Kitab-kitab
penunjangnya antara lain:
a. Kitab-kitab yang memuat
hadits-hadits terkenal dan beredar luas dari mulut ke mulut. Kitab-kitab jenis
ini banyak sekali seperti yang disebutkan oleh Mahmud Thohan, diantaranya : Kitab
al-Maqasid al-Hasana fi bayanin katsirin minahadits al-mustahirah ala al-sinah.
Karangan, Muhammad bin Abd. Rohman As-Sakhowi (w 902 H).
b. Kitab-kitab yang memuat hadits yang
tersusun berdasarkan urutan mu’jam. Pengarang menyusunnya dari berbagai sumber
dengan membuang sanadnya serta disusun berdasarkan huruf-huruf ensiklopedi, di
antaranya yaitu kitab al-jami’al Shogir min Hadits al-Bazir an-Nadzir, disusun
oleh Jalaluddin Abu al-Fadl ‘Abd. al-Rahman bin Abu Bakar Muhammad al-Khodiri
al-Suyuthi al-Syafi’i. (w. 911 H).
c. Kitab kunci dan daftar isi yang
disusun untuk kitab-kitab tertentu.
Para Ulama Mutaakhirin mengarang
kitab ini berdasarkan huruf ensiklopedi, diantara kitab ini : Miftah al-Tartib
liahadits tarikh al-Khatib karangan Sayyid Ahmad al-Ghomari.
kekurangan
metode ini, adalah :
1) Sedikitpun jika ingatan kita
terhadap awal hadits berubah akan memungkinkan tidak sampainya kepada yang
dituju seperti hadits idza atakum man tardhouna dinahu wakhulqohu fazaujuhu.
2) Jika diingatkan hanya lafadz lau
atakum, apalagi idza ja’akum maka sangat menyulitkan pencariannya.
4. Dengan cara mengetahui topik hadits
Metode ini digunakan setelah
memahami topik hadis,karena tidak semua orang mampu menentukan topic hadis pada
lagi pada sebagian hadis yang topiknya kelihatan tidak jelas.seperti hadis
Hadis ini
diletakan pada kitab al-iman,kitab tauhid,kitab shalat,kitab zakat,kitab
saum,kitab al-haj.karena topiknya banyak maka harus meliahat dalam setiap topik
metode ini memerlukan kitab-kitab penujang yang tersusun berdasarkan bab-bab
dan topik, kitab ini hanya sekali sehingga diklasifikasikan menjadi tiga
bagian, yaitu :
a. Kitab yang muncul semua bab seperti:
1) Al- jawami
2) Al- mustakhrojat ala al-jawam
3) Al-mustadrokat ala al-jawami
4) Al-zawaid
5) Miftah kunuz as-sunnah
Adapun
cara menunjukkan lafadz hadits dalam kitab-kitab empat belas sebagai berikut:
a) Al-Sunan. Kitab-kitab sunan terkenal
seperti: Sunan Abu Daud karangan sulaiman bin al-asy’at al-syajastani ( w.275
H).
b) Al-Mushonnafat,contonnya:
al-musonnafat bin Abdullah bin Muhammad bin abi syaibah al-kufi (w.235 H)
c) Al-Muwhaththo’at, contohnya: Al-Muwatho
Imam Malik Bin Anas Al-Madani (w.176 H)
d) Al-Mushtakhrojat Alaiha. Yang
dimaksud al-mushtakhrojat pada al-sunnan sebab al mushtakhrojat pada
al-mushonafat dan al-muathoa’at.
Kelemahan dan kelebihan metode ini,
yaitu :
Kelebihannya : Cukup dengan
mengetahui makna hadis, sehingga dapat menyimpulkan topik yang dimaksud. Metode
ini memberikan pendalaman hadis bagi pencarinya sehingga pembahasan meluas.
Kelemahannya: Kurang memahami makna
hadis tidak bisa menentukan topik makna hadis tersebut dan terkadang tidak sama
dugaan si pencari dengan pendapat pengarang tentang peletakan dikitab tafsir
ternyata ada di kitab maghozi.
5. Dengan cara mengetahui keadaan matan
dan sanad
Metode ini terlebih dahulu
memperhatikan keadaan dan sifat-sifat yang terdapat pada matan atau sanad
hadits, kemudian mencari makhrojnya (sumber takhrij) hadits itu pada
kitab-kitab khusus yang mengklasifikasikan semua hadits yang ada sifat-sifat
itu pada matan atau sanad.
a. Tentang Matan, yaitu :
1) Jika pada matan terdapat
gejala-gejala palsu, maka mentakhrijnya dengan melihat kitab-kitab
al-maudhu’at.
2) Jika hadits al-Qudsi maka sumber
takhrijnya yaitu kitab-kitab yang menhghimpun hadits-hadits qudsi.
b. Tentang Sanad
Jika sanadnya mursal maka kitabnya
seperti a-marasil karangan Abu Daud Sulaiman bin Asy’ats al-Sajastani (w. 275
H). jika ada perawi dho’if pada sanad maka kitab-kitabnya seperti kitab Mizan
al-Itidal, karangan Adz-Dzahabi. Jika sanadnya mutawatir maka kitab-kitabnya
yang menghimpun hadits-hadits mutawatir seperti al-Azhar al-Mutanatsiro
al-Khabar al-Mutawatiroh karangan al-suyuthi atau Nudzum al-Mutanatsiroh.
c. Tentang matan dan sanad
Terkadang sifat-sifat tersebut
terjadi pada matan dan sanad seperti ada
kecacatan dan kesamaran, jika dijumpai hadits seperti ini maka kitab-kitabnya
seperti ‘ilal al-hadits karangan ibnu Abi Hakim al-Razi’ disusun berdasarkan
bab atau kitab al-Asma al-Mubhamah fi al-anba al-muhkhamah karangan Khatib
al-Baghdadi.
Kelemahan
atau kelebihan metode ini, yaitu :
1) Kelebihan, cara ini mudah sekali
mendapatkannya karena kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang mempunyai
sifat-sifat tertentu terlalu sedikit.
2) Kelemahan, karena cakupannya
sedikit, maka hadits-hadits yang di takhrijnya sedikit pula.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata
“Takhrij” diambil dari akar kata “Kharaja” yang berarti “Dzuhur”, “Buruz”
(nampak) kemudian kata “Takhrij” ini mempunyai beberapa arti, salah satunya
yaitu Istinbath (pengambilan hukum). Takhrij hadist bertujuan mengetahui sumber
asal hadis yang di takhrij, sedangkan salah satu faedahnya adalah Dapat di
temukan status hadist shahih li dzatihi atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Adapun metode dalam mentakhrij hadits adalah : dengan cara mengetahui persi pertama
(tertinggi), dengan cara mengetahui Lafadz Hadits, dengan cara mengetahui awal
lafadz matan hadits, dengan cara mengetahui topik hadits, dan dengan cara
mengetahui keadaan matan dan sanad.
Syauqani,
Syamsu. 2011. HADITS DALAM PERSPEKTIF
KEILMUAN. Mataram : LKIM.
http://hery-febriyanto.blogspot.com/2012/10/pengertiantujuanfungsidan-beberapa.htmltu
hadits.
Komentar
Posting Komentar