Musabaqoh Makalah Al-Qu'an



MAKALAH

AL-QUR’AN DAN ANTI KORUPSI
Mengungkap Hikmah Larangan Korupsi Dalam Al-Qur’an
(Telaah Al-qur’an Surah Al-Baqarah :188)





SITI AMINAH
                                                         152.14.2.043



PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
TAHUN 2016



KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT. karena tanpa rahmat & ridho-Nya, saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah  ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Solawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad saw. Yang telah membawa agama yang haqq di sisi-Nya yakni ad-Din al-Islam, semoga kita senantiasa bernaung dalam Islam sampai akhir hayat.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimah kasih kepada
1.      Orang yang paling ku cintai di dunia ini, setelah Allah dan Rasul-Nya,yang  telah memperkenalkanku pada dunia, dan telah membesarkanku sekalipun dalam lilitan ekonomi yang kemudian menuntut mereka untuk bekerja banting tulang semata-mata demi anaknya. Merekalah kedua orang tuaku Ibu Saidah dan Bapak Hasan Muluk, semoga Allah merahmati dan memberkahkan umur keduanya.
2.      Para sahabat yang telah membantu dalam mencari referensi dan selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
            Dalam makalah ini saya menjelaskan tentang “Al-Qur’an Dan Anti Korupsi Mengungkap Hikmah Larangan Korupsi Dalam Al-Qur’an (Telaah Al-qur’an Surah Al-Baqarah :188) ”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya ketahui. Maka dari itu penulis mohon saran & kritik dari Bapak dan Ibu Dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.


Mataram,  9 September 2016

Siti Aminah


DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................................... ii  
Ringkasan......................................................................................................................... iii
Resume............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A.    Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................................. 3
C.    Tujuan dan Manfaat.............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 4
A.    Al-Quran Menjelaskan Tentang Korupsi............................................................... 4
B.     Dampak  Negatif Korupsi..................................................................................... 7
C.     Penerapan Fiqh Jinayah Dan Undang-Undang Dalam Menanggulangi Korupsi ..12
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 15
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 15
B.     Saran.................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 16
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................................... 17


RINGKASAN

1.      Allah melarang hamba-Nya untuk memakan harta yang haram.
Sebagaimana di sebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah 188 yang artinya : Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.
2.      Dampak negatif korupsi, antara lain :
a.       Menghancurkan wibawa hukum
b.      Masuk dalam jaring-jaring setan
c.       Sumber kemurkaan Allah di Dunia dan Akhirat
d.      Penghalang terkabulnya do’a
e.       Mendapat siksa neraka
f.       Sumber malapetaka di dunia
g.      Kesenjangan sosial dan ekonomi.
3.      Antara Fiqh Jinayah dan UU no. 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 saling terkait satu dengan lainnya. Misalnya : unsur Ghulul (penggelapan) dalam konsep Fiqh Jinayah terdapat dalam pasal 8 dan 9, khianat terdapat dalam pasal 3, risywah (suap) terdapat pada pasal 5 ayat (1),pasal 6 ayat (1), dan konsep hirabah (perampokan) dalam pasal 2 ayat (1)



RESUME

1.             Allah have been forbidding his servant to eat bad wealth. Allah said : “and do not consume one another’s wealth unjustly or send it (in bribery) to the rulers in order that (they might aid) you (to) consume a portion of the wealth of the people in sin, while you know (it’s unlawful)”.
2.             Negative effects has caused by corruption are :
a.         Destroyed the authority of law
b.        Got trap of devil
c.         Barricade for answering pray
d.        Source of Allah’s angry in the world and here after
e.         Get the hell
f.         Asymmetry of Social and economic
3.             Between Fiqh Jinayah and UU no. 31/1999 jo UU no. 20/2001 have a relation with another. For example : ghulul in Islamic perspective there is in section 8 and 9, treason in section 3, blackout in section 5 verse (1), section 6 verse (1), and draft of robbery in section 2 verse (1).



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya melalui ruhul Amin secara berangsur-angsur dalam bahasa Arab, dimulai dengan surah al-fatihah dan diakhiri dengan an-nas, dan ibadah bagi yang membacanya.
Selanjutnya menurut Quraish Shihab yang dikutip oleh Anshori dalam bukunya bahwa Al-qur’an adalah firman Allah swt. yang disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan.[1]
Al-qur’an diturunkan kepada manusia agar terjadi progress kea rah lebih baik. Al-qur’an menuntun manusia kepada moral sebagai pondasi peradaban yang tinggi. Al-quran juga merupakan kitab yang universal, sehingga akan selalu relevan dengan segala perkembangan zaman, baik itu kemajuan teknologi maupun semakin memanasnya globalisasi,  selain itu Al-qur’an bersifat umum atau mencakup seluruh lapisan manusia di bongkahan dunia mana pun, bahkan seluruh alam dan isinya, serta selalu terjamin keotentikannya sejak Allah menurunkannya hingga kelak sampai hari kiamat. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya :
Artinya :
“Kami yang menurunkannya (Al-qur’an) dan Kami pula yang memelihara-Nya”.
Pada dasarnya, ada 2 jalur yang ditempuh Rasulullah s.a.w. dan para sahabat dalam upaya pemeliharaan al-Qur’an masa itu, yaitu : pemeliharaan al-Qur’an di dada melalui hafalan dan pemeliharaan al-Qur’an di atas material melalui tulisan.[2]
Adapun diantara hal-hal yang dijelaskan dalam Al-quran yaitu : tarikh,
Diantara materi hukum ada yang dikenal dengan jinayah atau disebut juga hukum pidana Islam. Di antara bentuk-bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yaitu khamr, berzina, ghazb, bahkan korupsi sekalipun. Hal ini ditandai dengan banyaknya istilah jinayah di dalam Al-qur’an yang bisa di qiyaskan dengan bentuk-bentuk korupsi pada zaman sekarang , diantaranya ghulul (penggelapan), risywah (penyuapan), hirabah (perampokan), dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal diatas, maka Al-qur’an telah sejak dahulu kala melarang umat manusia untuk melakukan perbuatan tercela bahkan tidak bermoral tersebut. Al-qur’an benar-benar suatu kebenaran yang hakiki. Al-qur’an bagaikan lentera di tengah kegelapan. Al-qur’an menjadi penunjuk menuju jalan kebenaran bagi mereka yang mengikutinya. Maka pantaslah jika Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah : 2
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِين
Artinya :
“ Dialah kitab yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.
Sebaliknya, Allah akan menimpakan pembalasan kepada mereka yang membangkang kepada-Nya dan Rasul-Nya. Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya : Al-Baqarah : 188
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya :
“Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”
Melihat hal tersebut diatas, menjadi hal yang melatarbelakangi penulisan makalah ini. Betapa Al-qur’an mengecam orang-orang yang memakan atau merampas harta orang lain melalui jalan yang salah. Salah satu cerminan perbuatan tersebut adalah tindak pidana korupsi yang marak terjadi saat ini.
B.            Rumusan Masalah
Bagaimana Allah menggambarkan mereka para koruptor. Sehingga melahirkan rumusan masalah yaitu :
1.    Bagaimana Al-quran menjelaskan tentang korupsi
2.    Bagaimana dampak  negatif korupsi
3.    Bagaimana penerapan Fiqh Jinayah dan Undang-Undang dalam menanggulangi korupsi
C.            Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu untuk dilakukan kajian-kajian atau pembahasan tentang masalah yang terkait dengan ”” dengan tujuan :
1.    Dapat mengetahui penjelasan Al-qur’an tentang korupsi
2.    Dapat mengetahui dampak  negatif korupsi
3.    Dapat mengetahui penerapan Fiqh Jinayah dan Undang-Undang dalam menanggulangi korupsi


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Al-qur’an menjelaskan tentang anti korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yang artinya penyuapan dan corruptore yang artinya merusak. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Dalam arti yang lain, korupsi adalah busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).[3]
Istilah  korupsi belum dikenal pada zaman dahulu. Namun  didalam Al-qur’an Allah  mengqiyaskannya dengan beberapa hal yang illat hukumnya sama dengan illat hukum pada tindak pidana korupsi. Diantaranya kasus yang pernah menimpa Rasulullah yaitu para sahabat menyangka bahwa Rasulullah berkhianat terhadap harta rampasan perang. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya untuk menepis sangkaan mereka. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. Ali-Imran : 161
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya :
“ Tidak mungkin seorang Rasulullah berkhianat ( dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat niscaya pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak dizhalimi.
Meskipun ayat ini membahas mengenai harta rampasan perang, namun ayat ini juga mengandung makna bahwa jauh sebelum datangnya agama Nasrani yang menjadi pedoman hukum bangsa Romawi, kemudian Perancis, selanjutnya Belanda, dan pada akhirnya di positifkan menjadi KUHP di Indonesia, Al-qur’an telah lama melarang manusia untuk melakukan tindak pidana korupsi ini. Allah juga berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188 :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya :
“ Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.
Al-qur’an telah memberi perhatian khusus terhadap perlindungan harta orang Muslim dengan mengecam para pelakunya, karena dapat mengancam stabilitas nasional,ekonomi, dan politik. Agar kemudian dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh semua orang tanpa ada monopoli dan eksploitasi secara sepihak untuk kepentingan pribadi.
Contoh kasus, para fukaha berpendapat : Barang-barang tambang seperti minyak, besi, aspal termasuk dalam cakupan wilayah harta kepemilikan umum. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa barang-barang tambang yang diatas permukaan bumi, yakni yang bisa diperoleh tanpa mengeluarkan biaya besar sehingga masyarakat bisa mengambil dan memanfaatkannya, antara lain seperti garam, belerang, ter, aspal, mumia, minyak, alkohol, batu nilam, dan sejenisnya tidak boleh dimiliki dengan cara menggarapnya, dan tidak boleh pula diberikan maupun diserahkan kepada salah seorang manusia tanpa melibatkan manusia yang lainnya. Sebab, hal itu menimbulkan bahaya bagi manusia yang lainnya dan mempersulit mereka.[4]
Al-qur’an merupakan penuntun yang benar, karena hukum-hukum yang terkandung didalamnya bukan rekayasa manusia belaka. Selain kasus yang dijelaskan oleh Allah ( Q. S. Al-Imran ayat 161 dan Q.S. Al-Baqarah 188). Lebih lanjut Al-qur’an menjelaskan berbagai bentuk tindak korupsi yang terjadi pasa awal kerasulan Muhammad saw, yaitu berkhianat terhadap harta orang lain.
Adapun ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang yang melanggar atau mengambil hak orang lain dan dapat pula dalam bentuk pembatalan sepihak dalam perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah utang piutang atau masalah muamalah secara umum.[5]
Sejatinya, harta adalah karunia dan titipan Allah swt. yang diberikan kepada manusia dimuka bumi secara universal, tidak pandang bulu. Hanya saja, Allah swt menyeru kepada orang-orang yang berimat ( Umat Islam )agar mereka menggunakan harta sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari. Harta hanyalah media atau sarana, bukan tujuan segalanya. Mendermakan harta kepada kaum miskin, orang-orang yang tinggal dikolong jembatan, janda-janda yang tidak punya pekerjaan dan sebagainya memiliki keutamaan besar dalam Islam. Bahkan secara sosial, hal itu dapat mempererat tali silaturrahmi dan menebar harmoni di dalam masyarakat. Bukan malah sebaliknya, justru mereka para penguasa yang seharusnya mengalokasikan dana yang berasal dari rakyat itu sendiri di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga mengakibatkan kesengsaraan yang mendalam bagi orang-orang yang pada dasarnya berada di bawah kekurangan.
Al-qur’an menyadarkan manusia betapa Allah bukan hanya telah menciptakan alam semesta beserta isinya saja, melainkan juga telah membekali mereka dengan hukum-hukum demi tercapainya kemaslahatan di dunia dan mampu menggai derajat surga yang tinggi kelak di hari kiamat.


B.            Al-qur’an menjelaskan dampak negatif korupsi
Al-qur’an melarang manusia untuk melakukan tindak pidana korupsi, karena di dalamnya banyak terkandung kemudharatan, diantaranya :
1.             Menghancurkan wibawa hukum.
Dalam hal ini telah banyak fenomena yang terjadi, misalnya seseorang yang mencuri sebuah semangka, bahkan dalam keadaan yang terpaksa sekalipun akan lebih berat hukumannya dari pada para koruptor yang merugikan Negara dan rakyat karena faktor financial, sehingga ia mampu menyuap para aparat penegak hukum di Indonesia.
2.             Masuk dalam jaring-jaring setan
Orang-orang yang memakan harta yang tidak halal dikatakan mereka telah masuk ke dalam jaring-jaring setan. Karena sesungguhnya mereka telah terperdaya dan telah mengikuti langkah-langkah setan yang seharusnya setan itu adalah musuh terbesar bagi umat manusia.
3.             Sumber kemurkaan Allah di Dunia dan Akhirat
Orang yang mengonsumsi harta haram maka akan dimurkai oleh Allah. Karena yang membuat Allah murka adalah harta tersebut, karena termasuk perbuatan yang melampaui batas. Nah, ketika Allah telah murka pada makhluk-Nya maka nantikanlah kesengsaraan bagi mereka karena telah terjerumus ke lembah kenistaan.
4.             Penghalang terkabulnya do’a
Seluruh do’a yang kita panjatkan sangat berpengaruh dari makanan dan minuman yang membaur di dalam tubuh kita. Tubuh kita akan menjadi bersih jika dipenuhi dengan makanan dan minuman yang bersih dan suci pula. Begitu pula sebaliknya.
Bagaimana doa seseorang akan terkabul bilamana segala yang ia pergunakan atau dimakannya masih dengan harta atau barang-barang haram.[6]
5.             Mendapat siksa neraka
Orang yang telah memakan harta milik orang lain berarti telah mengingkari harta milik orang lain. Maka balasan bagi orang yang ingkar kelak dihari kiamat tak lain dan tak bukan adalah bara api yang menyala-menyala yang siap menghanguskan para penghuninya, begitu pula terulang kembali.
6.             Sumber malapetaka di dunia
Salah satu penyebab problematika sosial bahkan bisa dikatakan malapetaka di kerak bumi ini adalah orang-orang yang merampas harta orang lain, sehingga menyebabkan ketidak seimbangan dalam hal perekonomian, karena harta hanya berkutat pada orang-orang yang tidak bermoral saja. Tanpa memikirkan nasib mereka yang terdzalimi.
7.             Kesenjangan sosial dan ekonomi.
Hal ini dapat terjadi karena uang Negara hanya berputar pada kalangan elit kelas astas, tidak terdistribusikan kepada masyarakat luas.

Jadi, Korupsi itu dapat merusak akhlak dan moral bangsa, mengacaukan system perekonomian dan hukum, menggerogoti kesejahteraan rakyat dan menghambat pelaksanaan pembangunan, menimbulkan mudarat bagi orang lain, menghilangkan berkah dalam hidup dan kehidupan, juga dapat menyeret pelakunya ke dalam neraka.[7]
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa praktik korupsi ini menuju praktik yang serupa dengan meemakan harta orang lain dengan cara yang batil, maka jelaslah firman Allah (Q.S. Al-Baqarah ayat 188) diatas. Adapun ayat tentang anti korupsi yang akan di kupas berikut :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya :
“Dan janganlah kamu kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan ( janganlah ) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahuinya.”
Interpensi Linguistik
Kata تدلوا , diambil dari kata dalwun, (    ) yang berarti ember, artinya adalah mengulurkan ember ke dalam sumur untuk memperoleh air.
Menurut kamus Al-qur’an kata بها تدلوا artinya melaporkan persetujuannya secara aniaya dan batil.[8]
Lebih lanjut Kamus Al-qur’an mengartikan kata الباطل ب  yaitu dengan cara yang batil yaitu yang bertentangan dengan hukum Allah swt.
Kata al-batil ( الباطل ) adalah isim fa’il dari kata kerja batala yang berarti hilang, rusak, rugi, dan batal, menunjukkan sifat suatu, orang atau pekerjaan, atau barang, artinya adalah yang batil, yang hilang, yang rusak, atau yang rugi.
Interpretasi para ahli Tafsir
Ibnu Jabir, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan dia berkata, “ Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang berutang, yang menyangkal utangnyadi hadapan hakim, meskipun dia tahu benar bahwa dia berhutang.[9]
Al-Qhurtubi berpendapat bahwa larangan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil adalah larangan pula untuk memakan makanan hasil menipu,berjudi, merampas hak milik orang lain, tanpa pengetahuan dan kerelaan pemiliknya, dan yang dzatnya haram menurut syariat Islam.
Menurut Al-Maraghi, bahwasanya larangan memakan harta orang lain maksudnya adalah mengingatkan kepada kita semua akan pentingnya menghormati harta orang lain sebagaimana kita menghormati harta pribadi. Al-Maraghi menambahkan bahwa ayat tersebut juga mengandung larangan memakan riba, karena riba memakan harta milik orang lain tanpa adanya imbalan dari pemilik harta. Selain itu, hal yang dilarang dalam ayat ini menurut Al-Maraghi yaitu larangan memberikan harta kepada hakim atau pejabat dengan tujuan menyuap.
Sedangkan Quraish Shihab memaknai kata diantara kamu ( بينكم ) mengisyaratkan adanya interaksi sosial dalam upaya memperoleh harta tersebut, di ibaratkan harta tersebut berada di tengah. Artinya bahwa antara manusia yang satu dengan yang lainnya saling merasakan atau mengalokasikan harta tersebut secara seimbang. Maka ketika yang lainnya mengalokasikan harta tersebut melebihi kadarnya, maka ia telah merampas hak milik orang lain.
Lebih lanjut Quraish Shihab berkata, Salah satu yang terlarang, dan sering dilakukan dalam masyarakat, adalah menyogok. Dalam ayat ini diibaratkan dengan perbuatan menurunkan timba kedalam sumur untuk memperoleh air. Timba yang turun tidak terlihat oleh orang lain, khususnya yang tidak berada di dekat sumur. Penyogok menurunkan keinginannya kepada yang berwewenang memutuskan sesuatu, tetapi secara sembunyi-sembunyi dan dengan tujuan mengambil sesuatu secara tidak sah.[10]
Sedangkan pada redaksi ayat di atas “janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim”. Para jumhur ulama berpendapat bahwa menyuap yang di maksud dalam konteks yaitu menyuap yang tujuannya agar memenangkan suatu perkara yang mereka hadapi padahal ia mengetahui kesalahannya. Tetapi jika seseorang menyuap hakim dengan maksud untuk merebut kembali haknya yang telah di renggut orang lain, maka hal tersebut dibolehkan dalam agama.
Pengantar Historis
Jauh sebelum Bangsa Romawi membuat Undang-Undangnya yang berpedoman terhadap hukum yang dianut oleh agama Nasrani, maka Al-qur’an telah lebih dulu menggambarkan contoh-contoh perbuatan para sahabat pada 1400an tahun silam yang bisa disamakan dengan tindak pidana korupsi pada zaman modern ini.
Sebab turunnya ayat ini yaitu sebagaimana diriwayatkan bahwa Ibnu Asywa’ al Hadhrami dan Imri’il Qais, terlibat dalam suatu perkara tentang tanah yang masing-masing tidak dapat memberikn bukti. Maka Rasulullah saw. menyuruh Imri’il bin Qais sebagai terdakwa yang ingkar supaya bersumpah. Ketika Imri’il Qais akan melaksanakan sumpah itu, maka turunlah ayat ini.[11]
Al-Maks adalah contoh lain proses korupsi. Tradisi Al-Maks atau pungutan liar atau cukai illegal telah lama dikenal, bahkan sejak zaman Jahiliyah sering terjadi kasus-kasus pemerasan oleh kelompok tertentu terhadap para pedagang di pasar. Selain itu, ada istilah yang dikenal dengan Al-Ikhtilas. Yaitu mengambil paksa sesuatu milik orang lain dengan cepat, baik dilakukan malam hari ataupun siang hari.
Merajalelanya tindak pelanggaran dan penyimpangan ini, disebabkan oleh beragam faktor, diantaranya : lemahnya nilai-nilai keimanan, rendahnya tingkat loyalitas dan keikhlasan dalam bekerja, tidak patuh pada amanah, raibnya kejujuran dan kesucian, hilangnya profesionalitas dalam bekerja, egois, lemahnya semangat persaudaraan, tidak adanya teladan yang baik pada atasan, menjangkitnya nepotisme.


C.          Penerapan Fiqh Jinayah dan Undang-Undang dalam menanggulangi korupsi
Diantara jenis-jenis korupsi yang terjadi pada zaman Rasulullah saw. diantaranya :
a.    Ghulul
Yang di maksud ghulul ( Q.S. Ali-Imran) yaitu tindakan menggelapkan sebagian harta rampasan perang maupun harta milik Negara lainnya. Adapun diantara jenis harta yang di gelapkan pada masa Rasulullah saw yaitu mantel, tali sepatu, dan mani-manik seharga dua dirham.
Sedangkan menurut UU no. 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 pasal 8 yang berbunyi
“pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut”.[12]
Selanjutnya disebutkan dalam pasal 9 UU no. 20 tahun 2001 pasal 9 yang berbunyi :
“pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar –daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi”.[13]
Jelaslah bahwa dalam pasal 8 dan 9 UU no. 20 tahun 2001 mengandung unsure ghulul. Mengenai sanksi bagi pelaku ghulul ini sendiri menurut perspektif fiqh jinayah termasuk dalam wilayah jarimah ta’zir. Maksudnya adalah bahwa hukuman di serahkan kepada pemerintah. Adapun jarimah ta’zir yang diberikan Rasulullah saw. yaitu Rasulullah saw. tidak mau menyolatkan jenazahnya, salah satunya adalah seorang sahabat yang bernama Kirkirah.
Selanjutnya, jika menurut perspektif hukum positif yaitu dijelaskan dalam pasal 8 juga, yaitu “dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
b.    Khianat
Khianat menurut fiqh Jinayah yaitu suatu sikap menyalahi/menentang kebenaran dengan cara membatalkan janji secara sembunyi-sembunyi/sepihak. Sedangkan sanksi bagi pelaku bagi pelaku tindak pidana khianat menurut perspektif Fiqh Jinayah yaitu Jarimah Ta’zir.
Sedangkan dalam UU no. 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 di temukan unsur khianat dalam pasal 3 sekaligus telah dijelaskan sanksi bagi pelakunya yang berbunyi :
setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonmian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c.    Risywah
Pengertian Risywah dala Fiqh Jinayah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain dengan syarat ada suatu imbalan.
Kasus risyah ini pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. yaitu kasus Abu Lutfiyah yang mengaku telah mendapat hadiah pada saat bertugas memungut zakat di istrik Bani Sulaim. Kemudian rasulullah dengan tegas menegurnya guna menghindari upaya penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat pada masanya. Pada akhirnya ia mengembalikan harta tersebut setelah Rasulullah memberikan sanksi yaitu diumumkan di depan khalayak ramai pada saat khutbah Jum’at. Ini menandakan bahwa hukuman pada masa itu berupa jarimah ta’zir.
Adapun menurut perspektif hukum positif yaitu dijelaskan dalam pasal Pasal  5 ayat (1) huruf a yang berbunyi :
“ memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya”
Pasal 6 ayat (1) huruf a yang berbunyi :
“memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili”
Terkait dengan sanksi terhadap tindak pidana ini di atur dalam pasal 13 yang berbunyi :
“setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga tahun) dan atau paling banyak  150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
d.   Hirabah
Secara singkat, hirabah dapat diartikan dengan perampokan. Hirabah termasuk dalam tindak pidana korupsi karena mengandung unsur berbuat kerusakan dibumi.  Sanksi bagai pelakunya menurut perspektif Fiqh Jinayah yaitu Jarimah Ta’zir. Karena berupa jarimah Ta’zir, maka para ulama bahkan ada yang mengatakan untuk memberikan hukuman mati. Sebagai balasan bagi para koruptor yang tidak berprikemanusiaan dan tidak berhati nurani tersebut.
Sedangkan menurut perspektif hukum positif yaitu terdapat dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi :
“setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan palingbanyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Berdasarkan perspektif Fiqh Jinayah dan UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 diketahui adanya keterkaitan antar keduanya dalam unsur-unsur tindak pidana korupsi.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Jika kita merenungkan surah Al-Baqarah :188 sebagaimana yang telah di sebutkan, kita dapat menyimpulkan bahwa Allah SWT bermaksud menginformasikan kepada kita tentang larangannya untuk memakan harta yang haram, serta melarang untuk memberikah Sesuatu kepada para hakim dengan tujuan menyuap karena akan berimplikasi kepada moral masyarakat, perekonomian, dan lain sebagainya.
B.            Saran
Berdasarkan pemaparan makalah diatas, penulis berharap kepada pembaca pada umumnya, penulis khususnya untuk tidak melakukan hal-hal yang telah jelas di larang oleh agama, terutama tindak pidana korupsi. Dan semoga aparat penegak hukum mampu menerapkan UU No.31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 sebagaimana mestinya.


DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’anul karim
UU no 20 tahun 2001
Irfan, Nurul. 2014. Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta. Amzah : 122.
Syahatah, Husain Husain. 2005. Perlindungan Aset Publik Dalam Perspektif Hukum Islam.  Jakarta. Amzah : 9.
Hartanti, Evi. 2014. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta. Sinar Grafik : 9.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an.  Yogyakarta. Teras : 56-57.
Anshori. 2013. Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan.  Jakarta. Raja Grafindo Persada :18
Tim baitul kilmah Jogjakarta. 2013. Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadis. Jakarta . Kamil Pustaka : 6.
2014. Tafsir Al-Qur’an Tematik/Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Jakarta. Kamil Pustaka : 209.
Shihab, Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Ciputat. Lentera Hati : 387.
Suwiknyo, Dwi. 2010. Kompilasi Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta. Pustaka Belajar : 50.
Binjai, Abdul, Halim Hasan. 2006. Tafsir Al-Ahkam. Jakarta . Kencana : 44.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama                                       : Siti Aminah
Tempat tanggal lahir               : Sumbawa, 25 November 1996
Karya-karya Ilmiah                 : - Korupsi dalam hukum pidana Islam
- Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif
- KEWIRAUSAHAAN “Sukses Berwirausaha”
Pelatihan yang pernah diraih   :- Pelatihan Quantum Writing
                                                 -English Course (Madani Super Camp)
                                                 - Contestant of PDB IV 2015
                                                 -International Seminar
                                                 - TOEFL Training
                                                 - Seminar Nasional
Prestasi yang pernah di raih    :- Peserta terbaik Mahad Camp 2015
-          Juara 1 Latihan Khusus Kohati cab. Mataram tingkat Se-Nusra Jawa (2015)




[1] Anshori. Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013 ) hal. 18
[2] Usman, Ulumul Qur’an. ( Yogyakarta : Teras, 2009 ) hal. 56 - 57
[3] Evi, Hartanti. Tindak Pidana Korupsi. ( Jakarta : Sinar Grafika, 2014 ) hal. 9
[4] Husain, Husain Syahatah. Perlindungan Aset Publik Dalam Perspektif Hukum Islam. ( Jakarta : Amzah, 2005) hal. 9
[5] Nurul, Irfan. Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam. ( Jakarta : Amzah, 2014 ) hal. 112
[6] Tim baitul kilmah Jogjakarta.Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadis. (Jakarta : Kamil Pustaka, 2013) hlm 6
[7] Tafsir Al-Qur’an Tematik/Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. (Jakarta : Kamil Pustaka, 2014 ) hlm. 209
[8] Hasanain, Muhammad Makhluf. Kamus Al-qur’an. (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011) hlm. 22
[9] Abdul, Halim Hasan Binjai. Tafsir Al-Ahkam. ( Jakarta : Kencana , 2006 ) hlm. 44
[10] Quraish, Shihab. Tafsir Al-Mishbah. ( Ciputat: Lentera Hati, 2000) hlm. 387
[11] Dwi, Suwiknyo. Kompilasi Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam. (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2010 ) hlm. 50
[12] UU no 20 tahun 2001
[13] UU no 20 tahun 2001

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hadits tentang kepedulian sosial dan peduli lingkungan

Makalah PENGERTIAN QAWA’ID FIQHIYAH DAN PERBEDAAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN DHAWABITH FIQHIYAH DAN NAZHARIYYAH FIQHIYAH

Makalah Teori Penelitian Agama