Perkawinan Dalam Hukum Perdata



TUGAS  RESUME
HUKUM KELUARGA
Resume Ini Ditulis Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah Hukum Perdata
Perogram Study Ahwal-Syakshiyah


Kelompok III

                                         Satria Jaya              :152142053
                                         Siti Aminah            : 152142043
                                         Miftahudin             : 152142033
                                         Elpipit                    : 152132023
                                       



PEROGRAM STUDY AHWAL-SYAKSHIYAH (AS)
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM (FSEI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN  (MATARAM)
TAHUN 2016
Hukum Keluarga

A.           Pengertian Keluarga dan Hukum Keluarga
1.             Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan yang mana berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak

B.            Pengertian Kekeluargaan Sedarah dan Kekeluargaan semenda
1.             Kekeluargaan Sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, dimana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. (pasal 290 KUHPer)
2.             Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda.
C.            Sumber Hukum Keluarga
1.             Peraturan Perkawinan Campuran (Regelijk op de Gemengdebuwelijk), Stb. 1898-158
2.             Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen Jawa, Minahasa, dan Ambon (Huwelijke Ordonnnantie Christen Indonesiers), Stb. 1933 -74
3.             Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak,dan Rujuk (beragama Islam)
4.             Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
5.             Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
6.             Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun 1983 j.o Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai  Negeri Sipil
7.             Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.
D.    Asas hukum keluarga
Jika dikaji secara mendalam mengenai KUHPerdata dan UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat dirumuskan beberapa asas yang cukup prinsip dalam Hukum Kekeluargaan, yakni:
1.      Asas monogamy adalah asas yang mengandung makna bahwa seorang pria hanya boleh mempunyi seorang istri, dan seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami. (Pasal 27 BW dan Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
2.      Asas konsensual yakni asas yang mengandung makna bahwa perkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat persetujuan atau konsensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkan perkawinan. (Pasal 28 KUHPerdata dan Pasal 6 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
3.      Asas persatuan bulat yakni suatu asas di mana antara sumi-istri terjadi persatuan harta benda yang dimilikinya.( Pasal 119 KUHPerdata)
4.      Asas proporsional yaitu suatu asas di mana hak dan kedudukan istri adalah seimbang  dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat.( Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
5.      Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang menegaskan bahwa dalam tiap perwalian hanya terdapat seorang wali. Pengecualian dari asas ini  adalah:
a.       jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama, maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali serta/wali peserta. ( Pasal 351 KUHPerdata)
b.      jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus barang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia. (Pasal 361 KUHPerdata)

E.     Ruang lingkup hukum keluarga
a. Perkawinan
b. Putusnya perkawinan
c. Harta benda dalam perkawinan
Keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah, dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir).

F.      Studi kasus
Poligami
Di Indonesia, perkawinan dalam Undang-Undang perkawinan berdasarkan atas asas monogami, namun tetap dibuka kemungkinan untuk poligami dengan alasan dan syarat tertentu. Pasal 3 UU Perkawinan menyatakan : (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.
Selanjutnya dinyatakan dalam pasal 5 bahwa : (1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.              Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b.             Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c.              Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Demikianlah Undang-Undang mengatur tentang poligami, dan bila terjadi pelanggaran, dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,-. Dan bagi Pegawai Pencatatan melanggar ketentuan yang diatur, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,-. Selain itu ada pula Surat Edaran MA tanggal 20 Agustus 1975 yang menentukan bahwa mulai 1 Oktober 1975 pasal 279 KUHP diberlakukan terhadap pria Islam yang melangsungkan perkawinan poligami tanpa izin pengadilan, yaitu diancam dengan hukuman 5 tahun penjara.
Selain ketentuan diatas,diatur pula ketentuan poligami bagi PNS, yang dicantumkan dalam PP no. 45 tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.  Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa PNS pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat dan PNS perempuan tidak dizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.  Dan permintaan izin bagi PNS pria tersebut diajukan secara tertulis dengan mencantumkan alasan lengkap sebagai dasar permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang (Pasal 44 PP no. 45 tahun 1990.
Mengenai kasus poligami yang telah kami teliti di Desa Barabali, Kec. Mantang Kab Lombok Tengah, dari 2 Kepala Keluarga yang telah kami wawancarai, yaitu dengan Kepala Keluarga Bapak atas nama Bapak Lalu Muhrib, S.Pd dan Bapak Musa Al-Hadi pada tanggal 17 September 2016 pada pukul 14.00-15.30 dan 17.15-17.26. Bapak Lalu Muhrib berprofesi sebagai PNS Bapak Musa Al-Hadi bekerja sebagai pedagang. Mereka menyatakan bahwa diantara alasan berpoligami adalah mengikuti Sunnah Nabi. Adapun mengenai pencatatan pernikahan keduanya, baik PNS dan non PNS sama-sama tidak mencatatkan pernikahan mereka di KUA karena tidak mendapat izin dari istri pertama sehingga alternatif terakhir adalah melangsungkan pernikahan dengan cara Islam. Tentunya dengan implikasi mereka tidak mendapatkan buku nikah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hadits tentang kepedulian sosial dan peduli lingkungan

Makalah PENGERTIAN QAWA’ID FIQHIYAH DAN PERBEDAAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN DHAWABITH FIQHIYAH DAN NAZHARIYYAH FIQHIYAH

Makalah Teori Penelitian Agama