Pemimpin Muda dan Cerdas
Pemimpin Muda dan Cerdas
Pemimpin
adalah sosok yang senantiasa menjadi panutan, suri teladan bagi para rakyat dan
pengikutnya. Keteladanan dan keberhasilan seorang pemimpin akan selalu di
kenang oleh rakyat, baik pada masanya maupun pada generasi setelahnya. Pemimpin
di tuntut untuk mampu menjadi penerang dalam gulita dan membangun peradaban.
Saat
ini, pemimpin yang dibutuhkan oleh bangsa ini pada umumnya dan provinsi Nusa
Tenggara Barat pada khususnya adalah beliau yang mampu membangun masyarakat NTB
dengan peradaban baru, perekonomian yang lebih maju, serta mampu menciptkan
kerukunan di tengah suku dan agama yang heterogen. Untuk dapat mewujudkan hal
tersebut, maka di perlukan seorang pemimpin muda nan cerdas. Mengapa pemimpin
muda ? jika kita menapak tilaas ke sejarah, yang menjadi Presiden pertama
sekaligus Bapak Proklamator adalah Ir. Soekarno yang saat itu masih berusia 44
tahun 2 bulan. Umur tersebut masih terbilang muda jika di bandingkan dengan
Presiden yang lainnya. Misalnya saja Presiden ke-3 Indonesia, B.J. habibie yang
menjabat Presiden di usia senjanya yaitu 61 tahun. Pemimpin Indonesia lainnya
yaitu Prof. Boediono menjabat wakil presiden di usia 66 tahun.
Selain
itu, pemimpin muda akan lebih mampu mengangkat citra, harkat, dan martabat bangsa
di mata dunia. Berbekal muda saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin,
melainkan cerdas, religious, dan visioner pun wajib ada dalam dirinya yng akan
membuat pertahanan bangsa semakin kuat. seorang pemimpin yang memiliki tingkat
kecerdasan tinggi akan melahirkan kebijaksanaan dan daya pikir yang luar biasa,
sehingga saat terjadi perselisihan pun beliau tetap mampu menyampaikan putusan
yang rasional. Hati nuraninya begitu tajam dan bersih sehingga mampu membuat
keputusan yang adil untuk setiap kalangan dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan berbagai aspek kemaslahatan.
Tanpa
sebuah kecerdasan. Sebuah bangsa di ibaratkan langit yang diliputi kepulan awan
hitam dan petunjuk jalan pun kian terkikis erosi kemaksiatan. Tanggung jawab
pun mulai terabaikan, sehingga para rakyat mulai merindukan perbaikan.
Seorang khalifah
ar-rasyidin Ali bin Abi Thalib pernah berujar :
Saya khawatir
orang-orang dungu (tidak cerdas) dan jahat menjadi penguasa di negeri ini, lalu
mereka mempermainkan harta Allah dan memerangi orang-orang alim dan memuja pada
Tiran.
Berbagai jenis
permasalahan terjadi di Bumi Pertiwi, mulai dari masalah kemiskinan, korupsi,
degradasi moral, masih banyaknya anak-anak bangsa yang belum bisa mengenyam
pendidikan, dan berbagai patologi sosial lainnya. Maka untuk menjawab tantangan
permasalahan tersebut, kontribusi bak dari para pemuda maupun pemimpin muda
sangat diperlukan oleh bangsa ini. Pahlawan nasional sekaligus Bapak
Proklamator pernah berkata “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan ku cabut
Semeru dari akarnya. Berikanlah padaku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia.
Berdasarkan
asumsi yang disampaikan oleh Ir Soekarno di atas, maka peranan pemuda maupun
pemimpin muda memegang peranan sentral dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga
yang harus di lakukan saat ini adalah mengoptimalkan kepemimpinan muda untuk
kemajuan Indonesia ke depannya. Namun yang terjadi saat ini adalah kita belum
percaya dengan para pemuda, kita masih bergantung kepada para orang tua,
kurangnya kemauan kaum muda untuk dapat mengembangkan potensi diri, kurangnya
kemauan memikirkan persoalan bangsa, kurangnya kemauan mencetus ide-ide brilian
untuk menjawab berbagai permasalahan sosial. Sehingga fakta yang terjadi di
lapangan adalah minimnya para pemuda maupun pemimpin muda yang muncul permukaan
dan berkontribusi penuh untuk bangsa dan Negara.
Selain
itu, pemimpin yang dirindukan oleh umat saat ini adalah pemimpin yang bukan
hanya mampu menciptakan perubahan dari segi perekonomian saja, tetapi sebelum
hal itu di lakukan ia terlebih dahulu mampu mengidenfikasi permasalahan yang
terjadi baik di kalangan remaja maupun lansia. Misalnya permasalahan komersial
seks yang kerapkali merusak masa-masa remaja mereka,masa yang seharusnya di
optimalkan untuk proses pendidikan malah di hantui dengan rusaknya moral dan
masa depan mereka. Permasalahan yang lainnya adalah minimnya pengetahuan
masyarakat terkait teknologi. Hal itu disebabkan oleh daerah tempat tinggal
mereka yang masih jauh dari kemajuan teknologi. Misalnya data yang di sampaikan
oleh harian kompas.com yang di kutip dari Badan Pusat Statistik, bahwa pada
1950 hanya 26 persen penduduk yang di tinggal di kota. Pada 1990, jumlahnya
meningkat hingga 50 persen. Dan di proyeksikan pada 2020, ada 85 persen yang
tinggal di kota.
Berdasarkan
data di atas maka dapat disimpulkan bahwa masih begitu banyak masyarakat yang
hidup di daerah pedesaan. Berbicara pedesaan maka cenderung di kaitkan dengan
keterbelakangan masalah teknologi. Maka pemimpin di harapkan dengan kecerdasan
yang ia miliki mampu memperbaiki infrastruktur yang memadai untuk dapat
mensupport pembangunan dan keberlangsungan teknologi di daerah tersebut.
Hal
yang tak kalah penting untuk dapat mewujudkan aspirasi rakyat selain di lihat
dari faktor pemimpin saja, melainkan di tuntut kecerdasan dari pihak pemilih
juga. Kita harus mampu merekam jejak pemimpin yang akan maju dalam pemilihan
legislatif ke depannya. Kita harus benar-benar mampu melihat mana pemimpin yang
benar-benar menyampaikan janjinya dari hati atau hanya dari mulut belaka. Harus
mampu membedakan calon pemimpin yang benar-benar di kenal oleh masyarakat atas
dasar kepedulian sosialnya, keberpihakannya pada rakyat kecil, dan lain
sebagainya. Bukan malah pemimpin yang mendulang suara dari sekedar tumpang nama
di baliho atau karena factor popularitasnya sebagai artis dan lain sebagainya.
Selain itu, kita
harus mampu mengontrol kinerja dari para pemimpin guna terwujudnya aspirasi
rakyat.
Komentar
Posting Komentar